tirto.id - Para anggota parlemen Inggris mendesak Perdana Menteri Theresa May untuk mendebat Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai perubahan iklim saat keduanya bertemu, Jumat.
Perjanjian Paris yang disepakati dua tahun lalu itu dianggap sebagai “lelucon” oleh Trump. Padahal, perjanjian Paris itu merupakan komitmen negara dunia mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global.
"Sebagai salah satu penyumbang polusi terbesar dunia, kebijakan (Trump) kelak akan menentukan masa depan upaya warga dunia mengurangi dampak perubahan iklim," kata Komite Audit Lingkungan parlemen Inggris dalam suratnya, seperti dikutip dari Antara.
May merupakan kepala negara asing pertama yang menemui Presiden AS itu, Jumat, (27/1/2017).
Pertemuan keduanya diperkirakan lebih banyak membahas isu perdagangan.
Ketua Komite Audit Lingkungan, Mary Creagh, mengatakan May dapat menggunakan pertemuan itu untuk menunjukkan komitmen Inggris menanggulangi perubahan iklim.
"Perdana Menteri mengatakan ia tidak takut mendebat Presiden baru AS. Kemungkinan ia akan memulai diskusi dengan mengatakan, perubahan iklim bukan informasi sesat," kata Creagh.
Sebelumnya peneliti mengingatkan, suhu Bumi mesti dijaga agar tidak berujung pada dampak perubahan iklim yang parah.
Dampak perubahan iklim yang dimaksud antara lain termasuk banjir, kekeringan, dan peningkatan ketinggian permukaan air laut.
Sebelumnya, pada Rabu (16/11/2016) lebih dari 360 perusahaan dan investor yang sebagian besar dari Amerika, termasuk selusin perusahaan dalam Fortune 500, meminta Donald Trump mempertahankan pakta iklim Paris disetujui oleh 196 negara.
Surat terbuka tersebut dirilis dalam pertemuan iklim tingkat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Marrakesh. Melalui surat ini, mereka membujuk presiden terpilih AS tersebut untuk mendukung kelanjutan partisipasi Amerika Serikat dalam memerangi pemanasan global dan mempertahankan kenaikan suhu global di bawah dua derajat Celcius. Sesuatu yang saat ini tengah diperjuangkan oleh Presiden Obama.
Surat ini dibuat atas ketakutan perusahaan-perusahaan yang turut serta pada pernyataan Trump yang menyebut pemanasan global sebagai "lelucon" dan menyatakan akan menarik diri dari kesepakatan bersejarah itu.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh