tirto.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menebar janji manis kepada masyarakat Indonesia jelang kontestasi elektoral 2019. Para politisi PKS berkampanye akan memperjuangkan penghapusan pajak sepeda motor serta membuat regulasi SIM berlaku seumur hidup.
PKS menyebut pajak kendaraan bermotor menambah beban ekonomi rakyat kecil. Tim Pemenangan Pemilu PKS Al Muzzamil memaparkan bahwa penghapusan pajak kendaraan bermotor akan membuat pengeluaran masyarakat akan berkurang.
"Kebijakan ini akan meringankan beban hidup rakyat. Data-data menunjukkan beban hidup rakyat semakin berat," kata Almuzzamil.
Selain pajak kendaraan bermotor, PKS juga berjanji bakal menginisiasi perundangan untuk menghilangkan pungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) untuk sepeda motor. Termasuk pula biaya adminstrasi penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan biaya administrasi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).
Janji kampanye itu menjadi cara PKS untuk mendekati masyarakat di level akar rumput. Sekretaris Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Teknologi DPP PKS Handi Risza Idris menyatakan rencana itu adalah upaya untuk memberikan insentif kepada pengguna motor.
"Ini menjadi janji politik PKS kalau nanti memenangkan Pemilu 2019. Ini akan kami perjuangkan," ujar Handi.
Kehilangan Potensi Pendapatan
Niat PKS memperjuangkan keringanan untuk pengguna sepeda motor, khususnya masyarakat ekonomi menengah bawah, dengan menghapus pajak sepeda motor dan biaya administrasi lainnya bisa menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara.
Tahun 2017 lalu, nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pengurusan STNK mencapai Rp3,5 triliun. Selain itu, Penerbitan TNKB mendatangkan pendapatan RP1,2 triliun. Jika rencana PKS terealisasi, negara kehilangan potensi pendapatan bukan pajak hingga Rp4,7 triliun atau 1,5 persen dari total PNBP 2017.
Apabila pajak kendaraan sepeda motor ditiadakan, pemasukan pemerintah daerah yang bakal gembos. Jenis pajak ini mengalir ke dalam kas pemerintah daerah.
Di DKI Jakarta misalnya, pada 2017, pemda mendapatkan pemasukan senilai Rp8 triliun dari pajak kendaraan bermotor. Sementara itu, dari bea-balik nama kendaraan bermotor, dihasilkan pendapatan Rp5 triliun. Kedua item tersebut merupakan sumber pendapatan terbesar untuk Pemda DKI Jakarta; ia mencapai 35 persen dari keseluruhan penerimaan pajak daerah.
Peniadaan pajak untuk sepeda motor bakal menggerus pendapatan daerah. Hal itu bakal mengganggu keberlangsungan program pemerintahan.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Barat menerangkan pemasukan dari pajak digunakan pemerintah daerah untuk kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jalan. Fulus itu juga dipakai untuk memperbanyak dan meningkatkan kualitas layanan transportasi umum. Pajak kendaraan bermotor juga dialokasikan buat meningkatkan pendapatan kabupaten atau kota.
“Perlu diingat bahwa minimal 10 persen (sepuluh persen) hasil penerimaan PKB termasuk di dalamnya dibagihasilkan kepada kabupaten/kota dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta meningkatkan moda dan sarana transportasi umum,” demikian informasi dari Bappeda Jabar.
Ikrar kampanye PKS soal penghapusan pajak sepeda motor bertolak belakang dengan upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan ketertiban masyarakat membayar pajak. Sejak pertengahan November lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaksanakan program penghapusan denda pajak kendaraan bermotor.
Cara itu dilakukan untuk mendongkrak pendapatan dari pajak sekaligus meringankan beban pemilik kendaraan.
"Kami memberi kemudahan bagi masyarakat yang akan membayar pajak. Masa pemutihan ini diharapkan masyarakat yang menunggak denda pajak, dapat membayarkan pajak kendaraannya," ujar Kepala Unit Pelayan Pajak dan Bea Balik Nama kendaraan Bermotor Jakarta Barat Eling Hartono seperti dikutip Antara.
Insentif bagi Pengendara Motor = Macet
Selain mengganggu potensi pendapatan negara dan daerah, meniadakan pajak bakal mendorong volume populasi sepeda motor. Tanpa pajak dan biaya administrasi lainnya, harga sepeda motor bakal turun sehingga semakin banyak masyarakat yang membeli atau menambah kepemilikan.
"Kalau pajak kendaraan bermotor dihapuskan berarti lebih murah lagi beli sepeda motor. [Jalanan] kota besar akan semakin macet,” ucap dosen Teknik Sipil Universitas Indonesia yang juga Ketua Komisi Hukum dan Humas Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Ellen Sophie Wulan Tangkudung kepada reporter Tirto.
Data BPS menunjukkan populasi sepeda motor tahun 2016 sudah melebihi 105 juta unit atau 81 persen dari keseluruhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Pertumbuhan volume sepeda motor pun sangat masif, lebih dari lima juta unit setiap tahunnya.
Dibandingkan menghapus pajak yang dapat meledakkan populasi sepeda motor, menyediakan sarana transportasi massal yang memadai dengan harga terjangkau akan lebih efektif. Dengan begitu, masyarakat bakal beralih ke transportasi umum sehingga kemacetan bisa berkurang.
"Jadi kalau misalnya mau mengurangi beban berat masyarakat itu, kurangi biaya transportasinya. Yang jadi kewajiban pemerintah sesuai Undang-Undang adalah penyediaan angkutan umum, enggak mengurusi kendaraan pribadi," timpal Ellen.
Namun, PKS berdalih kemacetan di Indonesia bukan akibat menumpuknya sepeda motor di jalanan. Mereka bahkan berani menyatakan sudah melakukan riset yang menunjukkan kemacetan disebabkan oleh kendaraan roda empat, bukan sepeda motor yang jumlahnya sudah lebih dari 100 juta di seluruh Indonesia.
"Kami dapatkan [kesimpulan] yang membuat kemacetan itu adalah kendaraan roda empat dibandingkan dengan kendaraan roda dua," ujar Direktur Politik PKS Pipin Sopian.
Masuk akal jika kendaraan roda empat menjadi faktor yang lebih signifikan membikin macet. Namun, fakta itu tak bisa dijadikan pembenaran untuk membuat kebijakan yang memberi insentif bagi pemakai kendaraan jenis lain. Formula kemacetan tetap berlaku: ia terjadi manakala kendaraan pribadi lebih banyak dipakai ketimbang alat transportasi publik.
Editor: Maulida Sri Handayani