Menuju konten utama

PK Dokumen TPF Munir dan Celah yang Bisa Diambil Para Pemohon

Selain peninjauan kembali ke Mahkamah Agung ada dua celah hukum yang bisa diajukan tim advokasi kasus pembunuhan Munir.

PK Dokumen TPF Munir dan Celah yang Bisa Diambil Para Pemohon
Anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan menggunakan topeng aktivis HAM Munir saat melakukan aksi Kamisan ke-505 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (7/9/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Tim advokasi kasus pembunuhan Munir masih bergerak menuntut keadilan. Mereka berencana menyurati Mahkamah Agung (MA) guna meminta salinan putusan kasasi pada 2017 silam terkait dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) Munir.

Hasil putusan MA itu menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan permohonan Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg) agar membatalkan putusan Komisi Informasi Publik (KPI). Isi putusan KPIi meminta Kemensetneg segera mengumumkan dokumen TPF Munir ke publik.

Alasan Kemensetneg memohon agar putusan KIP dibatalkan adalah karena mereka mengaku tidak memegang dokumen tersebut, atau dengan kata lain dokumennya hilang. Pernyataan ini yang diragukan tim advokasi.

Salah satu anggota tim advokasi Munir, Putri Kanesia, mengatakan dokumen TPF Munir tak mungkin hilang karena beberapa tahun yang lalu bekas Mensetneg Sudi Silalahi memberikannya ke istana.

"Pasti ada. Ini kelihatan hanya dalih. Dokumen sudah ada sejak 2016, kenapa tidak diumumkan?" kata Putri kepada Tirto, Jumat (14/9/18) siang.

Putri mengatakan tim advokasi akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi MA. PK, katanya, adalah salah satu upaya hukum luar biasa yang bisa dilakukan guna menyelesaikan kasus Munir. Namun PK hanya bisa diajukan ketika pihak berperkara, dalam hal ini tim advokasi kasus pembunuhan Munir sebagai pemohon, memiliki salinan resmi putusan kasasi.

Masalahnya, sampai saat ini putusan resmi belum diterima tim advokasi. Mereka bahkan tahu keputusan cuma dari situs resmi MA.

Karena itulah langkah pertama yang bakal ditempuh adalah meminta salinan putusan.

"Hingga saat ini salinan resmi putusan belum dikirim ke kami. Dan putusan yang diunggah di website MA pun baru bisa diakses satu-dua bulan belakangan. Sebelumnya hanya ada pemberitahuan di website saja bahwa nomor perkara kasus dimaksud telah diputus dan ditolak. Tapi putusannya tidak bisa diakses," jelasnya.

Dokumen TPF, kata Putri, penting untuk dibuka mengingat banyaknya novum baru—bukti yang sudah ada sebelum peristiwa diproses tapi belum pernah diajukan ke persidangan—yang bisa diperkarakan.

"Masih ada beberapa nama yang belum diproses," tambah Putri.

Mencari Celah Hukum Lain

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti menilai apa yang diupayakan tim advokasi sudah tepat. Katanya, jika TPF dibuka, maka polisi, dalam hal ini Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bisa melanjutkan kasus.

Infografik CI Raibnya Dokumen Pembunuhan Munir

Sebab sebelumnya Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menyebut polisi memang kesulitan meneliti ulang kasus jika tidak ditemukan fakta baru.

Bivitri juga menyebut ada dua celah hukum yang bisa diupayakan selain yang sedang dilakukan tim. Salah satunya adalah mempidanakan penghilang dokumen.

"Jika merujuk ke UU KIP, dalam peraturan tersebut terdapat pasal yang mengatakan bahwa pihak yang menghilang dokumen penting bisa dipidanakan, dalam hal ini adalah pihak Kemensetneg," kata Bivitri saat dihubungi Tirto, Jumat (14/9/18) sore.

Kedua, lanjut Bivitri, kasus dokumen TPF Munir bisa diperkarakan lewat UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya pasal 53.

"Inti pasal itu isinya adalah pejabat negara wajib mengeluarkan dokumen administrasi negara, jika tidak, bisa diperkarakan di PTUN," katanya.

Baca juga artikel terkait KASUS MUNIR atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino