Menuju konten utama

Pindah dari Jakarta, Bagaimana Keamanan Ibu Kota Baru?

Keputusan pemerintah memindahkan ibu kota sempat disindir bekas anggota BPN karena dianggap rentan diserang Tiongkok. Benarkah demikian?

Pindah dari Jakarta, Bagaimana Keamanan Ibu Kota Baru?
Foto aerial kawasan Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). Sepaku dan Samboja, Kutai Kartanegara akan menjadi lokasi ibu kota negara baru Indonesia. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp.

tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi menetapkan sebagian daerah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai ibu kota baru pengganti Jakarta, Senin (26/8/2019). Jokowi menetapkan daerah yang belum berstatus administrasi itu setelah pemerintah mengkaji selama 3 tahun terakhir.

Dari hasil kajian tersebut, Jokowi mengklaim ada lima alasan kedua daerah itu layak menjadi ibu kota, salah satunya minim risiko.

"Risiko bencana minimal, baik banjir, gempa, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019).

Meski minim risiko, sejumlah pihak masih saja mengkritik, seperti yang diutarakan Tengku Zulkarnain, eks anggota tim pemenangan Prabowo-Sandiaga. Lewat akun twiterrnya, @ustadtengkuzul, Zulkarnain menyebut kalau lokasi ibu kota baru jauh lebih rentan karena rentan diserang Tiongkok.

"Pindah Ibukota Sama Sekali Tdk Meningkatkan Nilai Ekonomi Apapun bagi Negara dan Rakyat Indonesia. Malah Secara Pertahanan Sangat Mudah Dijangkau China dgn Kapal Perang, Pesawat Tempur, bahkan Rudal China. Lurus dan Terbuka! BAHAYA," ujar Zulkarnain lewat akun twitternya.

Pemerintah, lewat Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membantah pendapat Zulkarnain. Ia menjamin kalau rancangan keamanan ibu kota baru sudah dipikirkan dengan matang. Menurut bekas Panglima TNI ini, keamanan dan pertahanan ibu kota baru akan lebih baik bila dibandingkan Jakarta.

"Rencana ibu kota baru itu sudah dipikirkan dari berbagai aspek termasuk aspek pertahanan. Saya sendiri beri pandangan dari sisi pertahanan," kata Moeldoko di Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Menurut Moeldoko, ruang gerak pasukan TNI jauh lebih leluasa bila terjadi pertempuran kota. Ini karena dua daerah yang menjadi ibu kota baru itu lebih luas dari Jakarta yang sudah dipenuhi dengan gedung. Moeldoko pun berkata pemerintah akan membangun pangkalan militer trimatra (darat, laut, dan udara) untuk menunjang keamanan ibu kota baru.

Harus Perhatikan Dua Sisi

Pembangunan pangkalan militer ini dianggap tepat. Menurut Beni Sukadis, pengamat militer sekaligus Direktur Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), pangkalan itu diperlukan karena lokasi ibu kota baru dekat dengan Laut Cina Selatan yang kini tengah berkonflik.

"Perlu pemikiran yang lebih strategis dalam penempatan instalasi militer di wilayah Kalimantan," ujar Beni kepada reporter Tirto, Rabu (28/8/2019).

Laut Cina Selatan adalah kawasan super strategis. Ia merupakan jalur perdagangan sentral, baik untuk ekspor atau impor. Situasi politik terkait Laut Cina Selatan masih tegang hingga kini dan melibatkan perselisihan antaran Tiongkok, Malaysia, Vietnam, dan Taiwan.

Oleh sebab itu, Beni memandang pemindahan ibu kota harus diikuti persiapan alutsista, karena persediaan alutsista masih tesebar di Jawa. Namun sebelum itu, ia meminta pemerintah berpikir masak-masak.

"Jika pindah, yang perlu ditambah adalah instalasi artileri udara, instalasi squadron tempur, termasuk kantor dan kompleks anggota militer di sekitar ibu kota. Dan ini memakan biaya yang besar bagi pembangunan instalasi militer," ujar Beni.

Sementara itu, pengamat Militer dari Institute Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai persiapan keamanan tak hanya harus dilakukan untuk mencegah serangan dari luar Indonesia. Menurut dia, potensi ancaman justru lebih rentan datang dari dalam negeri.

Potensi ancaman yang dimaksud Fahmi adalah "peningkatan potensi kejahatan, kekerasan dan teror, konflik horizontal maupun struktural."

Potensi-potensi itu disebutnya bisa lahir jika pemindahan ibu kota malah menciptakan kesenjangan ekonomi. Ia lantas menyarankan pemerintah Indonesia belajar kepada Singapura terkait dengan cara mereka menjaga ketertiban sosial dan keamanan negara.

"Kita perlu belajar plus-minusnya, soal bagaimana mereka mengubah potensi ancaman menjadi peluang," ujarnya kepada reporter Tirto.

Untuk itu, Fahmi menyarankan pemerintah untuk membuat langkah-langkah strategis agar ibu kota baru bisa tetap aman dan kuat. Ia pun memandang, pemerintah harus mengalkulasi secara tepat masalah pengadaan alutsista hingga penempatan pangkalan militer dan tidak mengganggu aktivitas di ibu kota.

"Itu butuh perencanaan yang matang agar tak menimbulkan persoalan. Karena enggak mungkin semuanya tumplek blek di kawasan ibu kota," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PEMINDAHAN IBUKOTA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Politik
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Andrian Pratama Taher