tirto.id - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemendikbud, Totok Suprayitno menyatakan kewajiban bagi peserta Ujian Nasional (UN) untuk mengisi angket bertujuan membangun komunikasi dua arah antara penyelenggara pendidikan dan peserta didik.
"Dengan angket, jadi tidak menjadikan siswa sebagai objek saja, setiap tahun dites melulu. Tapi mulai didengar pendapat dan persepsinya," kata Totok di kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2019).
Menurut Totok, jawaban siswa di angket UN akan menjadi bahan pertimbangan Kemendikbud dalam membuat kebijakan-kebijakan umum terkait pendidikan.
"Misalnya kalau anak-anak yang sifatnya inklusif mau bergaul, ternyata prestasinya lebih baik. Ini jadi pemikiran, sekolah yang baik adalah sekolah inklusif yang beragam karena memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk terekspos ke berbagai teman," ujar Totok.
Dia menambahkan, kebijakan yang disusun dengan mempertimbangkan jawaban siswa di angket UN itu tidak terbatas yang dikeluarkan oleh Kemendikbud.
Totok mengatakan Kemendikbud juga akan merekomendasikannya ke dinas-dinas pendidikan tingkat kabupaten/kota serta provinsi untuk perumusan kebijakan terkait pendidikan di level SMP dan SMA.
"Memang nanti yang mengeksekusi di daerah. Sudah saatnya saya kira, kebijakan itu berdasarkan pada bukti-bukti di lapangan. Jadi [agar] tidak [berdasarkan] selera pejabat," kata dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom