tirto.id - Produsen pakaian asal Cina, Youngor Group berminat memperluas bisnisnya untuk menyasar pasar Asia Tenggara dengan membuka pabrik di salah satu negara di kawasan tersebut, di antaranya seperti Indonesia.
"Kami sedang mempertimbangkan untuk membangun pabrik di Indonesia, Malaysia, dan Thailand," kata Deputi Manajer Youngor Group, Gaogang Hu, di kota Ningbo, Cina sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (21/11/2019).
Youngor Group adalah perusahaan produsen pakaian asal China yang didirikan pada 1979. Total aset Youngor hingga akhir 2017 mencapai 83,1 miliar yuan (sekitar 11,85 miliar dolar AS), dan penjualan perseroan sudah menembus 66,5 miliar yuan (sekitar 9,48 miliar dolar AS).
Meski perusahaan sudah berdiri selama 40 tahun, Hu mengaku perusahaan saat ini belum memiliki cabang atau pabrik di luar negeri. Perusahaan sempat membuka pabrik di Filipina, namun terpaksa tutup karena beberapa alasan.
Meski begitu, lanjutnya, Youngor masih ada yang dipasarkan ke luar negeri. Saat ini, perseroan masih bekerjasama dengan beberapa mitra lokal di beberapa negara, seperti Srilanka dan Romania.
"Kami sejauh ini hanya bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan pakaian lain di luar negeri. Saat ini produk kami lebih banyak dipasarkan secara domestik," ujar dia.
Youngor sejauh ini banyak menjual produk pakaiannya di bawah merk lain, seperti Hart Schaffner Marx, suatu merk pakaian pria yang ternama di Amerika. Perusahaan saat ini memiliki hak untuk memproduksi pakaian dengan merk itu untuk pasar China, Hong Kong, dan Makau.
Perusahaan juga telah membangun kemitraan strategis dengan lima perusahaan penyedia bahan pakaian kelas internasional, yakni Zegna, Loro Piana, Cerruti 1881, Alumno dan Albini. Bersama kelima perusahaan itu, Youngor membangun bisnis fesyen bersama dengan satu merk "Mayor".
Selanjutnya, Youngor juga berupaya untuk memperluas bisnisnya ke pasar lain, terutama ke kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
Menurut Hu, pasar Asia Tenggara akan menjadi suatu pasar baru bagi perusahaan tersebut dan merupakan pasar yang sangat berbeda dengan pasar China.
"Jika kami ingin membuka pasar di sana (Asia Tenggara), kami harus menemukan mitra lokal yang sangat sesuai dengan bisnis kami," ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, perusahaannya juga perlu mempelajari desain pakaian yang cocok untuk konsumen di pasar Asia Tenggara.
"Jadi, kami bisa bekerjasama dengan mitra lokal untuk memasuki pasar Asia Tenggara, tetapi kami juga harus bekerjasama dengan mitra kami di sektor desain produk," kata Hu menjelaskan.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Ringkang Gumiwang