tirto.id - Jaringan Aksi Tambang (Jatam) meminta kepada PT Pertamina agar tak hanya memberikan ganti rugi kepada warga dengan memberikan kompensasi akibat kebocoran sumur minyak di Pantai Karawang, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Akan tetapi, juga berkewajiban merehabilitasi dan memulihkan ekosistem laut.
Hal tersebut merespons pernyataan Direktur Hulu Pertamina, Dharmawan Samsu yang mengatakan perusahaannya telah menyiapkan kompensasi yang akan dibayarkan kepada masyarakat terdampak tumpahan minyak sumur YYA-1, Blok Offshore North West Java (ONWJ).
"Jadi jangan dikecilkan hanya ganti kerugian terhadap masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Bukan hanya itu, dia harus memulihkan kembali [ekosistem] agar masyarakat bisa kembali ke laut," ujar Koordinator JATAM Nasional, Merah Johansyah kepada Tirto, Jumat (9/8/2019).
Rehabilitasi yang dilakukan seperti memulihkan kembali ekosistem tumbuhan mangrove yang rusak akibat tercemar tumpahan minyak.
"Kemudian juga kerugian ekosistem disitu juga harus dihitung, seperti tercemarnya biota laut," ucapnya.
Kemudian dirinya pun mengkritik langkah pihak PT Pertamina yang memberikan ganti rugi kepada warga lokal dengan meminta mereka untuk ikut menangani tumpahan minyak di Pantai Karawang, Jawa Barat itu. Meskipun dibayar dengan harga Rp100 ribu hingga Rp1,5 juta, menurutnya, itu sama saja menjadikan warga lokal sebagai buruh harian lepas PT Pertamina.
"Apalagi masyarakat tidak dilengkapi dengan perlengkapan safety, itu namanya menjerumuskan masyarakat. Masyarakat bisa menuntut kalau terjadi gangguan kesehatan," tuturnya.
Lebih lanjut, Merah pun menyesali sikap PT Pertamina yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap masyarakat sekitar akibat pencemaran udara karena tumpahan minyak tersebut.
Apalagi, kata dia, minyak yang bocor di perairan Karawang itu menimbulkan aroma yang sangat tajam. Sehingga dapat mengakibatkan penyakit.
"Sejak kejadian tidak ada pemeriksaan udara, padahal ada bayi disitu, lansia, perempuan, ibu hamil disitu. Tidak ada pemulihan ke masyarakat, tidak ada langkah-langkah itu, itu berbahaya," terangnya.
Tak hanya kepada PT Pertamina, Jatam pun meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk turun tangan melakukan audit terhadap kondisi ekosistem tumbuhan di lokasi tersebut.
"Harus diperiksa [oleh KLHK]. Jadi jangan hanya ganti kerugian, tetapi kerugian akibat ekosistem rusak, itu harus diperbaiki dulu. Termasuk mangrove, dan biota laut lainnya," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri