tirto.id - Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), Pertamina Patra Niaga, menyanggah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebutkan dugaan soal praktik monopoli penyediaan avtur di bandara-bandara di Indonesia.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menegaskan bahwa sebagai salah satu produsen avtur, perusahaannya tak pernah menolak kerja sama dengan pelaku usaha mana pun yang ingin masuk ke pasar avtur. Pun pelaku usaha yang ingin melakukan penjualan terbatas pada afiliasi.
Meski begitu, sampai saat ini belum ada pelaku usaha yang mengajak Pertamina Patra Niaga bekerja sama dalam penyediaan bahan bakar pesawat untuk maskapai.
“Pertamina Patra Niaga tidak pernah menolak kerja sama karena sampai saat ini belum ada permintaan dari Izin Niaga Umum (INU) lain,” jelas Heppy dalam keterangannya kepada Tirto, Jumat (27/9/2024).
Dengan belum adanya pelaku usaha lain yang masuk ke Indonesia, Pertamina Patra Niaga berkomitmen untuk selalu mendukung kebijakan pemerintah dan tetap bertanggung jawab menyediakan avtur di 72 Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Kami meyakini kebijakan tersebut akan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk kemandirian energi nasional, ketahanan nasional, aspek keselamatan penerbangan, selain harga yang tentu saja diharapkan dapat terjangkau di masyarakat,” sambung Heppy.
Selain itu, Pertamina juga akan selalu menaati Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH MIGAS) Nomor 13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan dan Pengawasan atas Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Penerbangan di Bandar Udara.
Berdasar aturan ini, Pertamina Patra Niaga sebagai badan usaha penyalur avtur tetap menyediakan avtur di Indonesia. Aturan ini pun merupakan dasar bagi Pertamina untuk tidak melakukan monopoli terhadap penyediaan avtur di Tanah Air.
“Pertamina akan selalu menaati segala peraturan yang dikeluarkan pemerintah salah satunya Peraturan BPH Migas 13/2008 yang menjadi panduan badan usaha untuk mencegah praktik monopoli dalam penyediaan avtur di Indonesia dan membuat ekosistem bisnis yang fair dengan tetap mengutamakan aspek safety, quality, dan kepentingan nasional,” lanjut Heppy.
Sebelumnya, anggota KPPU, Gopprera Panggabean, mengungkapkan bahwa pihaknya akan memulai penyelidikan atas dugaan praktik monopoli dan penguasaan pasar oleh PT Pertamina Patra Niaga. Praktik monopoli ini mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke bandara untuk menyediakan avtur.
“Diduga hal tersebut dilakukan antara lain dengan menolak penawaran kerja sama dengan pelaku usaha yang ingin masuk ke pasar avtur maupun dengan penjualan terbatas pada afiliasi,” beber Gopprera.
Selain itu, melalui penyelidikan awal yang telah dilakukan dalam beberapa bulan terakhir, KPPU menemukan adanya bukti awal atas dugaan pelanggaran Pasal 17 (praktik monopoli) dan Pasal 19 huruf a dan/atau d (penguasaan pasar) oleh PT Pertamina Patra Niaga dalam penyediaan avtur di bandara.
Adapun penyelidikan awal ini didasarkan pada tingginya harga avtur di Indonesia dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya.
“Selain faktor implementasi kebijakan, KPPU menduga adanya monopoli dalam penyediaan avtur juga dapat menjadi faktor tingginya harga avtur,” imbuh Gopprera.
Perlu diketahui, sampai saat ini hanya ada empat pelaku usaha yang mengantongi izin niaga avtur di Indonesia, yakni PT AKR Corporindo, PT Dirgantara Petroindo Raya, PT Fajar Petro Indo, dan PT Pertamina Patra Niaga. Dari empat pelaku usaha tersebut, hanya dua pelaku usaha yang telah beroperasi dalam penyediaan avtur di bandar udara, yaitu PT Pertamina Patra Niaga yang memasok ke 72 bandara komersial dan nonkomersial dan PT Dirgantara Petroindo Raya yang memasok ke dua bandara nonkomersial.
“Berdasarkan data penjualan, diketahui pangsa pasar PT Pertamina Patra Niaga mencapai 99,97 persen atau memiliki posisi monopoli pada pasar avtur di Indonesia,” sambung Gopprera.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi