tirto.id - “Silahkan kritik, tapi jangan kurang ajar. Saya orang tua, jangan sampai bilang ***** (menyebut nama binatang). Saya sudah berbuat, Anda sudah buat apa buat Persib? Bilangin, saya sudah berbuat sama Persib, dari kecil!” tukas pelatih Persib Bandung, Djadjang Nurdjaman, dalam rekaman video yang sempat beredar di Twitter beberapa waktu lalu.
Djadjang Nurdjaman rupanya memang sudah tidak tahan dengan cemooh dari sebagian Bobotoh. Usai Persib Bandung takluk 0-2 di kandang Bhayangkara FC pada 4 Juni 2017 lalu, tekanan memang semakin kencang menerpa sang pelatih. Itu merupakan kekalahan kedua Persib secara beruntun setelah sebelumnya ditekuk Bali United dengan skor 0-1.
Di kamar ganti Stadion Patriot Candrabhaga Bekasi selepas laga kontra Bhayangkara FC itu, Djanur berucap salam perpisahan kepada skuadnya, ia akan meletakkan jabatan sebagai pelatih Persib. Dikisahkan oleh Djanur, seisi ruangan langsung muram. Sebagian pemain tertunduk sedih, bahkan banyak yang terisak.
- Baca juga: Karier Prematur Juru Taktik Liga 1
“Jujur, semua pemain menangis di ruang ganti, bahkan sampai datang ke kamar saya. Intinya meminta untuk sabar dan tetap fight. Tapi, saya tetap menunggu keputusan manajemen,” sebut Djanur.
Ikon Kejayaan Maung Bandung
Ada nada kebimbangan yang tersirat dalam ucapan Djadjang Nurdjaman itu. Ia memang telah berpamitan dan ingin undur diri, namun tetap menanti keputusan manajemen Persib terkait permintaannya itu. Artinya, masih ada peluang bagi Djanur untuk tetap bertahan jika manajemen tidak ingin dirinya pergi.
Lantas, apabila itu yang terjadi, apakah Djanur bisa memperbaiki situasi internal yang sudah kadung menuju limbung? Dan apakah sang pelatih sanggup konsisten menjalani komitmennya jika ternyata caci-maki dari Bobotoh terus menyerang dirinya, bahkan dengan wujud yang lebih sadis lagi?
Sepakbola memang kejam. Bobotoh tentunya tidak lupa siapa Djadjang Nurdjaman. Ia adalah legenda sejati Persib, yang diidolakan Bobotoh semasa masih aktif merumput dulu. Ingatlah gol semata wayang yang dilesakkannya ke gawang Perseman Manokwari mengantarkan Maung Bandung meraih gelar juara kompetisi Perserikatan tahun 1986.
- Baca juga: Persib Bandung Rasa Australia
Djanur masih menjadi bagian penting Persib saat mengukir prestasi serupa pada 1989. Kali ini, ia memang tidak mencatatkan nama di papan skor, namun umpan silangnya berbuah gol kedua yang dicetak Dede Rosadi. Gol ini menegaskan kemenangan Persib dengan skor 2-0 setelah sebelumnya terjadi gol bunuh diri ke gawang Persebaya oleh Subangkit.
Nama Djanur terus mewangi bahkan menjelang masa pensiun. Sebelum memutuskan gantung sepatu pada 1995, ia ditunjuk oleh pelatih Indra Thohir untuk menjadi asisten pelatih tim Pangeran Biru di musim terakhir kompetisi Perserikatan.
Hasilnya, Djanur kembali membawa Persib merengkuh trofi Perserikatan musim 1993/1994 kendati dengan peran yang berbeda. Di final melawan PSM Makassar yang digelar di Stadion Senayan Jakarta itu, sepasang gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso membuahkan trofi juara ke-5 bagi Persib.
Calon Legenda yang Terbuang?
Masih sebagai tangan kanan Indra Thohir, Djadjang Nurdjaman lagi-lagi mencatatkan namanya dalam daftar prestasi Persib di tahun berikutnya atau musim pertama Liga Indonesia setelah Perserikatan dan Galatama dilebur jadi satu. Robby Darwis dan kawan-kawan menjadi kampiun usai menaklukkan wakil Galatama, Petrokimia Putra, dengan skor 1-0 di partai puncak.
Djanur harus rela tersingkir dari jajaran pelatih Persib seiring hengkangnya Indra Thohir yang digantikan oleh Risnandar Soendoro untuk musim 1995/1996. Ia pun mulai meniti karier sebagai pelatih dan masih tetap di Persib kendati harus memulai dari bawah, membesut talenta-talenta muda Pangeran Biru.
"Setelah menjuarai Liga Indonesia I sebagai asisten pelatih, saya sudah tidak terpakai di tim kepelatihan Persib. Saya mulai dikembangkan untuk menjadi pelatih kepala. Saya mulai meniti karier menjadi pelatih kepala di kelompok umur mulai dari U15, U16, U17 sampai U23 Persib," ucap Djanur seperti dikutip dari Bola.com.
Sempat hengkang selama beberapa musim di Pelita Jaya, Djanur kembali ke kota kembang pada 2012. Ia dinilai sudah cukup matang untuk mengemban jabatan penting sebagai pelatih kepala. Dan rupanya benar meskipun butuh waktu. Di bawah komando Djanur, Persib merengkuh trofi juara kompetisi Indonesia Super League (ISL) musim 2014.
Di titik inilah Djanur menorehkan rekor di Persib Bandung. Ia adalah satu-satunya orang yang mampu membawa Persib juara dengan tiga peran yang berbeda: sebagai pemain, asisten pelatih, dan pelatih kepala. Kesempurnaan Djanur semakin lengkap setelah ia berhasil mengantarkan Atep dan kawan-kawan menggamit trofi turnamen Piala Presiden 2015.
Meragukan Djadjang Nurdjaman
Gelimang trofi yang telah dipersembahkan oleh sang legenda kini seolah tidak bermakna lagi. Sebagian Bobotoh mulai kesal dengan apa yang dipertontonkan Persib di Liga 1 2017, kompetisi pengganti ISL musim ini. Tanda pagar #DjanurOut acapkali bergema di ranah maya usai Persib meraih hasil tak maksimal, bahkan ketika menang tapi menunjukkan performa yang masih jauh dari harapan.
Djanur dianggap kurang cerdas dalam meracik strategi dan meramu susunan pemain. Padahal, skuad Persib di Liga 1 2017 adalah yang paling mewah di antara para pesaingnya di kompetisi. Inilah yang membuat sebagian Bobotoh kesal.
Ada dua nama pesepakbola kelas dunia di situ, Michael Essien dan Carlton Cole, juga dua pemain naturalisasi dengan kualitas kelas satu, Sergio van Dijk dan Raphael Maitimo, ditambah legiun asing yang tak kalah bermutu, yakni Vladimir Vujovic serta Shohei Matsunaga.
- Baca juga: Persib dan Masalah Baru Bernama Carlton Cole
Belum lagi jajaran pemain nasional papan atas, sebutlah Atep, Hariono, Supardi, Ahmad Jufriyanto, Tony Sucipto, I Made Wirawan, Kim Kurniawan, Dedi Kusnandar, hingga Tantan. Berkah pula bagi Persib karena punya barisan pemuda bertalenta, dari Gian Zola Nasrulloh, Henhen Herdiana, Ahmad Basith, Billy Keraf, dan pastinya Febri Hariyadi.
Skuad mumpuni ternyata bukan jaminan. Djanur justru kerap menerapkan taktik unik, misalnya, dengan memasang Tantan atau Matsunaga yang notabene berposisi asli sebagai winger, bahkan juga Atep, sebagai target man. Alih-alih memaksimalkan eks bomber West Ham United, Carlton Cole, manakala Sergio van Dijk absen.
Begitu pula dengan Essien. Gelandang Ghana mantan bintang Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan ini belum pernah sekalipun tampil penuh di Liga 1 2017. Stamina tentu saja menjadi alasan. Namun, Essien bisa saja masih sanggup main 90 menit, seperti yang telah dilakukan Mohamed Sissoko di Mitra Kukar, Peter Odemwingie di Madura United, bahkan Didier Zokora di Semen Padang.
- Baca juga: Akal-akalan Marquee Player di Liga Indonesia
Itulah yang membuat Bobotoh resah dan mulai meragukan sang pelatih. Tidak hanya mendesak manajemen untuk mencopot Djanur. Kritik pedas, umpatan, hingga sumpah serapah juga ramai menyerang sang pelatih. Hingga akhirnya Djanur habis kesabaran dan melontarkan ucapan perpisahan meskipun masih berbalut rasa bimbang.
Kini, kelanjutan nasib Djanur di Persib masih belum pasti. Kendati sudah berucap pamit lantaran diminta keluarga yang tidak tega melihatnya dicaci-maki, tapi Djanur tampaknya masih ragu meskipun tidak sedikit Bobotoh yang sudah tidak menghendaki keberadaan sang legenda lagi.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti