Menuju konten utama

Persiapan KPK Menuju KY dan Kejanggalan Sidang Praperadilan

KPK tetap optimistis bisa memenangkan sidang praperadilan penetapan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP). Di sis lain, ICW menemukan sejumlah kejanggalan selama proses sidang berlangsung.

Persiapan KPK Menuju KY dan Kejanggalan Sidang Praperadilan
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka atas kasus dugaan korupsi KTP elektronik, dengan agenda pembacaan jawaban dari pihak termohon dalam hal ini KPK di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2017). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Pandjaitan, tetap optimistis bisa memenangkan sidang praperadilan penetapan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP), meski dalam salah satu ronde persidangan, hakim tunggal Cepi Iskandar tidak membeberkan seluruh bukti.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9) kemarin, Cepi menolak permintaan KPK untuk memutar rekaman. Dalam rekaman itu, menurut KPK, akan terlihat siapa berbicara apa. Ini adalah salah satu bukti terkuat yang KPK miliki untuk membuktikan bahwa memang Setnov bersalah.

Cepi sendiri menolak permohonan itu atas dasar asas praduga tidak bersalah. Ia berargumen pemutaran rekaman tersebut bisa menimbulkan masalah baru jika ternyata nama yang terekam di dalamnya tidak terbukti bersalah.

Dalam wawancara dengan awak media, Kamis (28/9), Basaria mengaku tidak menutup kemungkinan KPK akan memproses penolakan pemutaran rekaman tersebut ke Komisi Yudisial (KY). "Nanti kita akan koordinasikan dengan KY," kata Basaria.

KY sendiri sudah siap menerima laporan KPK terkait hal tersebut. "Pada prinsipnya, KY memperlakukan semua laporan yang masuk sama. Semua ditangani dengan SOP yang berlaku," ujar Juru Bicara KY, Farid Wajdi, saat dihubungi Tirto.

Farid enggan menanggapi lebih jauh soal tidak diputarnya rekaman tersebut. Farid beralasan, pelarangan pemutaran adalah ranah kemandirian hakim. KY tidak bisa memberikan komentar selama proses praperadilan masih berjalan. "Berdasarkan SOP di KY, jika sebuah proses hukum masih berlangsung, tidak boleh dinilai," tutur Farid.

Baca juga

Ketua KPK Pantau Langsung Sidang Praperadilan Setya Novanto

Berbagai Skandal yang Membelit Setya Novanto

Direktur Penyidikan KPK Pernah Tolak Status Tersangka Setnov

Sudah Menemukan Kejanggalan Selain Rekaman

Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan sejumlah kejanggalan lain di luar tidak diputarnya rekaman di ruang sidang. Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Lalola Ester, menerangkan bahwa proses praperadilan tidak berjalan dengan baik di bawah kepemimpinan Cepi Iskandar, meski KPK sudah secara kooperatif menghadirkan ratusan bukti, dari mulai dokumen cetak, digital, hingga pernyataan ahli.

"Berdasarkan pantauan ICW, paling tidak ada enam kejanggalan (termasuk tidak diputarnya rekaman) dari seluruh proses persidangan yang berlangsung selama satu pekan ini," kata Ester. ICW menilai tidak diputarnya rekaman kunci itu adalah kejanggalan mengingat barang bukti tersebut sudah masuk pokok perkara.

Kejanggalan kedua yang mereka temukan adalah hakim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK. Pada 27 September 2017, Cepi Iskandar menolak kesaksian dari ahli Teknologi Informasi (TI) dari Universitas Indonesia (UI), Bob Hardian Syahbudin, dengan alasan bahwa Bob sudah memberikan keterangan tertulis pada proses penyidikan.

Kejanggalan ketiga, Cepi Iskandar menolak eksepsi KPK yang disampaikan pada 22 September 2017. Dua hal yang jadi keberatan KPK yaitu terkait status penyelidik dan penyidik independen KPK dan dalil permohonan SN yang sudah memasuki substansi pokok perkara. ICW menilai, keabsahan dan konstitusionalitas penyelidik dan penyidik independen KPK sudah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 109/PUU-XIII/2015.

Selain itu, Cepi Iskandar juga mengabaikan keterangan KPK yang menyebutkan bahwa dalil permohonan Setnov sudah masuk dalam pokok perkara. SN menguji keabsahan alat-alat bukti yang dijadikan dasar untuk menjeratnya sebagai tersangka yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Namun logika yang sama tidak muncul ketika KPK mengajukan permohonan untuk memperdengarkan rekaman, yang menguatkan keabsahan penetapan SN sebagai tersangka.

Kemudian, hakim tunggal dalam kasus ini juga mengabaikan permohonan intervensi dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara. Dalam sidang praperadilan 22 September 2017, Cepi Iskandar mengabaikan permohonan intervensi yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Organisasi Advokat Indonesia (OAI). Pengabaian tersebut dilakukan dengan alasan gugatan dari para pemohon intervensi belum terdaftar dalam sistem informasi pencatatan perkara.

Keterangan tersebut dinilai janggal, karena berdasarkan penelusuran, MAKI sudah mendaftarkan gugatan sebagai pemohon intervensi sejak 6 September 2017, atau sebelum sidang pertama dilakukan pada 12 September 2017. Gugatan intervensi tersebut sebetulnya menguatkan posisi KPK, namun akhirnya tidak diperhitungkan hakim.

Kelima, hakim mempertanyakan sifat adhoc KPK yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara. Tidak ada materi sidang praperadilan yang berkaitan dengan hal tersebut. Menurut ICW, pertanyaan ini jelas tidak pada tempatnya, dan motivasi Cepi Iskandar ketika mengajukan pertanyaan tersebut juga patut dipertanyakan.

Terakhir adalah bukti praperadilan dari pihak kuasa hukum Setnov, yaitu Laporan Kinerja KPK, LHP BPK Nomor 115/HP/XIV/12/2013 atau LHKP KPK 115. Dokumen ini pada intinya menjabarkan kinerja KPK selama 10 tahun ke belakang. ICW menduga dokumen ini tidak diperoleh melalui mekanisme yang sah, sebab diduga diperoleh dari Pansus Angket KPK, bukan dari lembaga resmi yang seharusnya mengeluarkan, yaitu BPK.

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPERADILAN SETYA NOVANTO atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino