tirto.id - Pengamat politik dari Indonesian Public Institute Karyono Wibowo menganggap, format koalisi plus-plus yang digagas Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Moeldoko menandakan ada polemik di internal kubu Jokowi-Maruf.
Ia mengaitkan sinyal koalisi Jokowi sedang ada perbedaan pandangan di internal koalisi Jokowi.
"Sinyal politik yang dapat dicerna adalah mengerucut pada perdebatan antara format Koalisi Pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin vs Koalisi Plus," kata Karyono dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (25/7/2019) malam.
Karyono menganggap, riak masalah muncul dari sinyal pertemuan Prabowo-Mega, 4 partai koalisi minus PDI-P, hingga pertemuan Jokowi-Prabowo.
Karyono menduga, ada 5 pandangan yang muncul dari sinyal tersebut. Pertama, susunan kabinet pemerintahan koalisi yang hanya terdiri dari partai pengusung Jokowi - Ma'ruf. Kedua, kabinet pemerintahan koalisi parpol pengusung plus profesional.
Kemudian Ketiga, kabinet pemerintahan rekonsiliasi yang terdiri dari gabungan dua koalisi parpol tanpa oposisi.
Keempat, kabinet pemerintahan koalisi parpol pengusung plus parpol di luar koalisi ditambah kalangan profesional, serta kelima, zaken kabinet, yaitu kabinet pemerintahan yang jajarannya diisi oleh para tokoh ahli di dalam bidangnya dan bukan merupakan representasi dari partai politik tertentu.
Namun, dari lima aliran pemikiran tersebut, ujar Karyono, ada dua aliran yang mungkin menjadi kenyataan, yaitu kabinet pemerintahan koalisi partai pengusung plus profesional dan kabinet pemerintahan koalisi partai pengusung plus beberapa parpol di luar partai pengusung ditambah kalangan profesional.
Karyono mengatakan, kabinet zaken sulit dilakukan karena koalisi yang terbentuk sudah ada komitmen kekuasaan antar-partai dalam koalisi.
Kemudian, kabinet yang terdiri atas ahli justru bisa menimbulkan kecemburuan di tubuh partai pengusung. Padahal, pemerintahan Jokowi membutuhkan dukungan politik di parlemen untuk memuluskan berbagai regulasi untuk melaksanakan agenda pemerintahan.
"Kabinet pemerintahan yang hanya mengakomodir parpol pengusung untuk mengisi jabatan menteri dan setingkat menteri dalam kabinet sulit diwujudkan. Sebab, pelaksanaan pemerintahan membutuhkan figur yang kompeten," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, dukungan tambahan tetap diperlukan selain dukungan parpol.
"Agar ada keseimbangan dukungan parpol dan kalangan profesional non-parpol," tukasnya.
Koalisi Indonesia Kerja (KIK) akan resmi dibubarkan, Jumat (26/7/2019). Koalisi juga akan membahas soal komunikasi sejumlah partai oposisi dengan partai koalisi seperti manuver Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, pertemuan Jokowi-Prabowo dan komunikasi politik partai oposisi dengan kubu Jokowi.
Empat partai koalisi Jokowi di parlemen, yaknni Nasdem, Golkar, PKB, dan PPP, menyatakan koalisi sudah solid.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Moeldoko membenarkan, KIK akan resmi dibubarkan. Pertemuan juga membahas kemungkinan pihak lain bergabung ke dalam Koalisi Jokowi di periode kedua.
"Bisa berkembang ke sana. Bisa saja karena politik dinamis sehingga bisa ke arah sana," kata Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (25/7/2019)
Namun, Moeldoko enggan menjawab apakah akan solid bila partai di luar koalisi bergabung ke pemerintah. Ia hanya mengatakan, situasi politik dinamis sehingga perlu melihat kembali masa depan.
Ia pun tidak spesifik dengan pembahasan manuver partai TKN dengan oposisi, tetapi mantan Panglima TNI itu menyebut koalisi bisa berubah menjadi koalisi plus-plus.
"Sampai saat ini kita masih meyakini penuh bahwa koalisi yang terbangun cukup baik bahkan koalisi itu bisa plus-plus, kan, begitu. Jadi bukan hanya Hotel aja yang plus, koalisi plus-plus juga bisa," kata Moeldoko.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dhita Koesno