Menuju konten utama

Pernah Berjaya di Dunia Reli, Mengapa Lancia Kini Hilang Pamor?

Sejak 1980-an, reputasi Lancia sebenarnya sudah mulai rusak karena buruknya kualitas Lancia Beta.

Pernah Berjaya di Dunia Reli, Mengapa Lancia Kini Hilang Pamor?
Pereli Franc Benhard bersama navigator Sean F Gregory memacu mobilnya saat mengikuti kelas RC 2, Special Stage 7 (SS7), Asia Pacific Rally Championship (APRC) 2023 di Negeri Dolok, Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu (25/11/2023). ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/YU

tirto.id - Ada suatu masa ketika reli menjadi ajang balap mobil paling mengerikan di muka bumi. Jangankan untuk berpartisipasi di dalamnya, menonton ajang ini pun bisa membuatmu kehilangan nyawa.

Mari masuk ke dalam mesin waktu dan kembali ke tahun 1986. Ketika itu, orang-orang Portugal sedang gandrung-gandrungnya pada reli. Meski balapan digelar di hari kerja sekalipun, mereka tetap rela berbondong-bondong datang ke arena.

Sintra, sebuah kota kecil di seputaran Lisbon, menjadi titik temu yang selalu padat setiap kali ajang Reli Portugal dihelat. Tak terkecuali pada 1986 tersebut. Namun, antusiasme penonton ini tak mendapat sambutan hangat dari para pebalap.

"Di Portugal, [mengontrol para penonton] adalah hal mustahil. Suatu kali, aku pernah membalap melintasi Sintra sembari mengacungkan tinju pada orang-orang sinting yang ada di jalan. Ketika membalap di Sintra, pada dasarnya kau sedang membalap melewati koridor manusia. Kalau sudah begitu, bencana cuma soal waktu," ujar Ari Vatanen, pereli asal Finlandia, yang pada 1986 tak dapat ikut serta karena masih menjalani pemulihan pascakecelakaan di Argentina tahun sebelumnya.

Reli Portugal merupakan ajang ketiga dari rangkaian World Rally Championship musim 1986. Ada 42 etape dalam ajang yang digelar dari 5 sampai 8 Maret 1986 tersebut. Di akhir cerita, tak ada satu pun nama besar yang mengisi podium karena mereka semua memilih untuk memboikot balapan usai terjadinya kecelakaan yang menewaskan tiga penonton, termasuk seorang bocah lelaki 11 tahun dan ibunya, serta melukai 30 lainnya.

Tak sampai dua bulan setelahnya, di Reli Korsika, korban jiwa pun kembali jatuh. Pebalap asal Finlandia, Henri Toivonen, bersama navigatornya, Sergio Cresto, meninggal dunia usai mobil yang mereka kendarai jatuh ke jurang lalu meledak. Kecelakaan tragis itu sekaligus menjadi awal dari sebuah akhir era kejayaan pabrikan mobil asal Italia, Lancia.

Reli Grup B yang Kelewat Batas

Ada alasan khusus mengapa orang-orang Portugal begitu menggandrungi reli pada 1986. Boleh dibilang, tahun 1982 sampai 1986 merupakan era keemasan reli. Ketika itu, mobil-mobil yang digunakan benar-benar didesain untuk mengejar kecepatan maksimum.

Aturan yang diberlakukan betul-betul minimalis. Yang penting, mobil itu setidaknya harus punya dua tempat duduk, penggunaan serat kaca (fiberglass) untuk bodi mobil diperbolehkan, tidak ada batasan untuk turbocharger maupun supercharger, dan bobot minimum dihitung berdasarkan kapasitas mesin—volume dari semua piston di dalam silinder mesin pembakaran dalam, yang diukur dari satu pergerakan maksimum dari atas ke bawah.

Peraturan mengenai homologasi pun begitu longgar. Pada prinsipnya, homologasi adalah bukti bahwa suatu mobil memang layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari di jalanan. Biasanya, sebuah mobil reli membutuhkan sedikitnya 400 unit jalan raya yang diproduksi untuk keperluan homologasi. Namun, ketika Reli Grup B diperkenalkan pada 1982, syarat homologasi hanya cukup 200 unit.

Dengan kata lain, Reli Grup B adalah sebuah eksperimen untuk menguji secepat apa sebuah mobil, yang juga bisa dipakai di jalan raya, sanggup melaju melintasi berbagai rintangan alam yang ada di ajang reli. Tak cuma itu, Reli Grup B juga merupakan sebuah ujian bagi manusia. Sanggupkah manusia menjinakkan mesin yang dibuat sedemikian liar, nakal, dan brutal?

Ajang Reli Grup B ini kemudian jadi panggung unjuk gigi pabrikan-pabrikan top dunia. Alfa Romeo, Audi, BMW, Citroen, Daihatsu, Ferrari, Ford, Jaguar, Lancia, Mercedes-Benz, Mitsubishi, Mazda, Nissan, Opel, Peugeot, Porsche, Toyota, Subaru, Renault, Skoda, bahkan Lada ikut berkompetisi dalam ajang ini.

Namun, tak semua sanggup mereguk kejayaan seperti Audi, Lancia, dan Peugeot.

Audi dengan Quattro Sport-nya, Lancia dengan 037 dan Delta S4-nya, dan Peugeot dengan seri 205-nya menjadi raja diraja dalam kompetisi menantang maut ini. Hingga kini, Audi dan Peugeot masih dikenal luas sebagai pabrikan papan atas. Akan tetapi, tidak dengan Lancia. Seiring dengan dihentikannya Reli Grup B selepas musim 1986, pamor pabrikan satu ini pun meredup.

Sebagai pabrikan mobil, Lancia sebenarnya belum mati. Mereka masih eksis di bawah panji Stellantis (perusahaan yang dimiliki FIAT-Chrysler dan PSA Group). Namun, yang bisa ia ciptakan saat ini "hanyalah" city car mini yang jinak dan jauh sekali dari kesan garang seperti mobil-mobil yang dulu mereka luncurkan untuk Reli Grup B.

Pertanyaannya, mengapa Lancia kemudian kehilangan jati dirinya sebagai pabrikan mobil sport?

Dosa FIAT?

Balap adalah jiwa Lancia karena pendiri pabrikan ini, Vincenzo Lancia, adalah seorang pebalap. Model pertama yang dirilis Lancia, yaitu Lancia Alfa, sedari awal sudah disiapkan versi balapnya oleh sang pendiri. Dalam perkembangannya, Lancia kemudian dikenal sebagai pabrikan kaya inovasi.

Pada 1913, Lancia menjadi pabrikan Eropa pertama yang menggunakan sistem elektrik penuh. Lalu, mobil seri Lambda mereka yang diproduksi dari 1922 sampai 1931 merupakan mobil dengan sasis monokok pertama.

Lancia juga sukses meluncurkan mobil pertama dengan mesin V6 ke pasaran. Pada akhirnya, Lancia pun dikenal sebagai pabrikan yang mampu menghasilkan mobil-mobil terbaik.

Tren itu lantas terbawa ke dunia balap. Dari dekade 1960-an sampai dengan 1980-an, Lancia selalu sukses menelurkan mobil-mobil balap terbaik, khususnya untuk reli. Mobil-mobilnya, mulai dari Lancia Fulvia, Lancia Stratos, Lancia 037, sampai Lancia Delta, adalah penguasa trek balap pada masanya.

Akan tetapi, secara keseluruhan, penjualan mobil mereka stagnan, bahkan cenderung menurun. Itulah mengapa pada 1969 Lancia resmi diakuisisi oleh FIAT.

Awalnya, FIAT seperti tidak pernah cawe-cawe terhadap berbagai inovasi yang dilakukan oleh Lancia, khususnya untuk divisi balap. Namun, sejak awal 1990-an, ketika dominasi Lancia di reli habis, FIAT menginjak rem dalam-dalam terkait pengembangan Lancia.

Sejak 1980-an, reputasi Lancia sebagai pabrikan mobil jalan raya sebenarnya sudah mulai rusak karena buruknya kualitas Lancia Beta. Berbagai kekurangan di mobil itu membuat Lancia harus menarik semua unit yang ada dan menggantinya dengan yang baru. Akan tetapi, iktikad baik itu tetap tidak bisa menolong reputasi Lancia yang sudah kadung ternodai.

Pada masa itu, Lancia masih tertolong oleh kiprah heroik mereka di dunia reli. Bahkan, Lancia Delta, yang diluncurkan pada 1985, akhirnya bisa menjadi salah satu mobil reli paling dominan sepanjang masa.

Berakhirnya Reli Grup B pada 1986 sebenarnya tak serta-merta membuat kiprah Lancia habis. Pasalnya, dari 1987 sampai 1992, Lancia selalu menjadi juara dunia manufaktur dengan seri Delta-nya.

Namun, Lancia Delta itu pulalah yang menandai akhir dari dominasi pabrikan tersebut. Ya, seri ini memang sangat dominan, tetapi setelah itu tak ada lagi yang bisa dilakukan Lancia di dunia balap. Dominasi mereka tergusur oleh mobil-mobil Jepang (Toyota, Subaru, dan Mitsubishi) pada dekade 1990-an. FIAT pun akhirnya memutuskan bahwa Lancia sudah tak layak lagi diselamatkan.

Pada akhirnya, tugas Lancia pun dipersempit. Mereka hanya boleh memproduksi mobil-mobil Chrysler yang diberi stempel Lancia serta city car yang cuma bisa ditemukan di Italia. Praktis, tak ada lagi Lancia model kiwari yang bisa ditemukan di negara lain.

Kendati demikian, sebuah kabar baik muncul pada Mei 2024 silam, ketika Lancia mengumumkan bakal kembali berkompetisi di ajang World Rally Championship. Mereka telah menyiapkan mobil baru yang diberi nama Ypsilon Rally4 HF dengan mesin tiga silinder berkapasitas 1.200 cc. Rencananya, mobil ini bakal diikutsertakan dalam ajang Rally4.

Tak hanya itu, peran Lancia nantinya juga bisa lebih besar. Saat ini, sebagai bagian dari Stellantis, Lancia merupakan pabrikan ketiga dengan rekam jejak panjang di dunia reli. Di dalam Stellantis, juga ada Peugeot dan Citroen yang sejak dekade 2000-an mendominasi World Rally Championship.

Berdasarkan kabar yang didapatkan oleh Dirtfish, Lancia nantinya takkan cuma berkiprah di Rally4, tapi juga bisa mengambil alih posisi Citroen di Rally2. Tentunya, jalan untuk kembali ke divisi tertinggi reli masih sangat panjang bagi Lancia yang sudah puluhan tahun absen.

Namun, ini adalah sebuah langkah positif yang, bisa jadi, berpotensi membawa jenama legendaris tersebut mendunia kembali.

Baca juga artikel terkait MOBIL SPORT atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi