tirto.id - Herman Nicolas Ventje Sumual adalah ikon Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Orang pasti akan ingat padanya jika berbicara soal gerakan itu. Dia lah yang merumuskan Proklamasi Permesta pada 2 Maret 1957 di Makassar. Bagi orang-orang di Sulawesi Utara, Permesta cukup populer hingga sekarang.
Permesta sebenarnya sebuah reaksi terhadap sentralisasi pemerintah pusat di Jakarta. Mereka dianggap pejuang otonomi daerah. Tak heran jika di masa kini, Permesta menjadi kebanggaan tersendiri. Karel Supit, tokoh PKI Sulawesi Utara, suatu kali pernah berseloroh pada kawan-kawannya di Jakarta, “Disini (di Sulawesi Utara), bahkan rumput pun Permesta.”
“Segala peralihan dan penyesuaian dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dalam arti tidak, ulangi tidak, melepaskan diri dari Republik Indonesia,” kata Proklamasi Permesta yang dibacakan Ventje Sumual pada 2 Maret 1957.
Kala itu, Sumual adalah Panglima Tentara & Teritorium VII (Wirabuana) dengan NRP 15958. Daerah teritorialnya sangat luas. Seluruh Sulawesi ditambah daerah-daerah lain di Indonesia bagian timur. Demi Permesta, ia pernah hidup bergerilya hingga 1961. Itu adalah masa gerilya kedua baginya. Gerilya pertamanya adalah di masa Revolusi Indonesia.
Berhubung apa yang dilakukan Sumual dan kawan-kawan melawan penguasa di Jakarta pimpinan Sukarno—seperti dilakukan juga oleh perwira di Sumatera dalam Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)—maka CIA pun tertarik. Barbara Silas Harvey dalam Permesta: Pemberontakan Setengah Hati (1989) menyebut, Amerika Serikat yang anti komunis sekaligus anti Sukarno diam-diam menawarkan bantuan pada Sumual dan kawan-kawan. Tawaran menggiurkan itu tak dilewatkan (hlm. 118-119).
"Ketika kami sedang makan di sebuah restoran di Singapura, beberapa orang Barat berpakaian santai mendekati kami. Mereka mengatakan bahwa mereka mengetahui kami sedang melawan Sukarno, sebab itu mereka bersedia memberi bantuan senjata. Ketika itu kami memang sedang berusaha membeli senjata. Dalam keadaan yang kami hadapi itu, ajakan dari mana pun yang bersedia menjual atau memberi senjata, kami terima,” aku Sumual seperti ditulis R.Z. Leirissa dalam PRRI-Permesta: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis (1991: 193). Tak heran jika Permesta punya armada udara berupa pesawat tempur dalam Angkatan Udara Revolusioner (AUREV).