Menuju konten utama
14 Desember 1911

Perlombaan Orang Pertama ke Kutub Selatan: Amundsen vs Scott

Angin membeku.
Tenda kosong tertutup
butiran salju.

Perlombaan Orang Pertama ke Kutub Selatan: Amundsen vs Scott
Ilustrasi Roald Amundsen. tirto.id/Gery

tirto.id - Dalam benak Robert Falcon Scott, namanya akan abadi. Bukan hanya sebagai orang Inggris pertama, melainkan manusia pertama yang berhasil mencapai Kutub Selatan. Alih-alih, di tempat tujuan, setelah perjalanan yang amat berat, Scott menemukan sebuah tenda berdiri. Di puncaknya bendera Norwegia berkibar tertiup angin Antartika.

Dalam tenda Scott menemukan surat untuk Raja Haakon VII dan sebuah pesan untuknnya. “Great God! Ini tempat yang mengerikan!” tulis Scott dalam catatan harian, tertanggal 17 Januari 1912 – hari kekalahannya.

Terra Australis Incognita

Keberadaan Antartika awalnya hanya sebatas spekulasi: terra australis incognita—“tanah tak dikenal di selatan”.

Pada 1772 hingga 1775, James Cook, penjelajah Inggris, menghabiskan tiga tahun untuk membuktikan kebenaran rumor mengenai benua paling selatan di bumi. Benua itu, konon, terhalangi Samudera Selatan yang dipenuhi es. Cook kemudian mengambil kesimpulan: bahkan jika rumor tersebut benar, tak ada gunanya mencapai Antartika.

Antartika baru terjamah manusia pada 1821. James Davis, penjelajah Amerika Serikat, adalah yang pertama berhasil mencapainya. Walau demikian, Kutub Selatan masih sangat jauh dari jangkauan. Antartika lebih luas dari Eropa atau Australia.

Baca juga: Berebut Kaveling di Antartika: Demi Penelitian atau Minyak?

Sepuluh tahun sebelum mencapai Kutub Selatan, Robert Scott pernah mencoba hal yang sama. Bersama Edward Wilson dan Ernest Shackleton, Scott pernah mencapai satu titik yang berjarak 745 km dari Kutub Selatan. Ketiganya mundur karena Antartika terlalu dingin dan mereka kehabisan makanan. Pada 1908, Shackleton kembali ke Antartika, berhasil mendekat hingga 156 km dari Kutub Selatan, namun kembali mundur karena alasan yang sama.

Pada 14 Desember 1911, tepat hari ini 106 tahun lampau, penjelajah Norwegia Roald Amundsen berhasil mencapai Kutub Selatan—tanpa seizin pemilik kapal yang ia kapteni dan, pada awalnya, tanpa sepengetahuan Scott.

Membohongi Dunia

Roald Engelbregt Gravning Amundsen awalnya tak berambisi menjadi orang pertama yang mencapai Kutub Selatan. Target Amundsen hanya melampaui pencapaian idolanya, Fridtjof Nansen, yang nyaris berhasil menaklukkan Kutub Utara pada 1895. Demi membantu Amundsen mewujudkan ambisinya yang tak pernah tercapai, Nansen bahkan sampai meminjamkan Fram, kapal yang ia gunakan dalam ekspedisi gagal mencapai Kutub Utara, kepada Amundsen.

Tak ada yang bisa berangkat ke Kutub Utara begitu saja. Persiapan keberangkatan memakan waktu bertahun-tahun. Pada 1909, sementara Amundsen masih mempersiapkan ekspedisinya, tiba kabar bahwa dua ekspedisi berbeda yang dipimpin oleh Robert Peary dan Frederick Cook (keduanya penjelajah Amerika Serikat), telah mencapai Kutub Utara.

Baca juga: Nasib Beruang Kutub di Ujung Tanduk

Kebenaran klaim tersebut masih diragukan, namun cukup untuk membuat Amundsen mengubah tujuan. Karena keabadian tak lagi bisa ditemukan di titik paling utara, Amundsen memutuskan untuk menaklukkan Kutub Selatan. Rencana ini ia rahasiakan dari semua orang kecuali saudara laki-lakinya.

Salah satu alasannya: Robert Scott juga sedang dalam masa persiapan untuk mencapai Kutub Selatan. Dan Scott, tidak seperti Amundsen, pernah ke Antartika. Alasan lainnya adalah tak ada jaminan Nansen akan mengizinkan Fram berlayar ke Antartika.

Amundsen dan timnya berangkat dari Oslo pada 3 Juni 1910. Yang dunia tahu, Fram akan berlayar mengelilingi Cape Horn lalu ke Alaska, kemudian ke Kutub Utara.

Manusia-manusia Pertama

Roald Amundsen baru mengungkap tujuan Fram yang sebenarnya dari Madeira, Portugal. Saat itu Robert Scott dan timnya, yang berlayar dari Cardiff (Wales) pada 15 Juni 1910, sedang dalam perjalanan menuju Australia.

Terra Nova berlayar untuk mengumpulkan data ilmiah di Antartika. Mencapai Kutub Selatan hanya bonus. Kabar dari Amundsen mengubah perjalanan menjadi perlombaan antara penjelajah yang pernah mencapai Antartika dengan seorang perencana cermat, penjelajah paling teratur di generasinya. Ini perlombaan buta, karena tak ada metode untuk mengetahui dengan persis bagaimana cara mencapai tujuan.

Sesampainya di Antartika, Amundsen dan timnya mendirikan pangkalan di Bay of Whales. Pangkalan yang diberi nama Framheim tersebut berdiri pada 27 Januari 1911. Mereka menghabiskan musim dingin di Framheim sambil mempersiapkan perjalanan ke Kutub Selatan. Tim Amundsen akhirnya bertolak pada 19 Oktober 1911.

Setelah 56 hari perjalanan, tepat pukul 15.00 pada 14 Desember 1911, Amundsen dan timnya mencapai Kutub Selatan. Menurut perhitungan, mereka berdiri tepat di 90° S. Ketika meraka tiba di sana, tidak ditemukan tanda-tanda lokasi pernah terjamah manusia.

Amundsen dan timnya merayakan keberhasilan tersebut dengan makan malam perayaan. Dalam buku hariannya Amundsen menulis: “Tujuan tercapai, perjalanan selesai. Saya tak bisa bilang—walau aku tahu ini akan terdengar lebih efektif—bahwa tujuan hidup saya telah tercapai. Itu akan menjadi tindakan melebih-lebihkan yang tak tahu malu.”

Tim Amundsen mendirikan kemah bernama Polheim. Selama berada di Kutub Selatan, tim Amundsen mengumpulkan data dan bergerak ke segala penjuru untuk memasang patok penanda, penegas keberhasilan mereka sebagai manusia-manusia pertama yang berhasil mencapai Kutub Selatan.

Baca juga: 80 Tahun Pencarian Jawaban Misteri Amelia Earhart

Sebelum meninggalkan Polheim pada 18 Desember 1911 untuk kembali ke Framheim, Amundsen meninggalkan surat untuk Raja Hakoon VII dan pesan untuk Scott. Isi pesannya: agar Scott menyampaikan kabar keberhasilan ekspedisi Amundsen kepada Raja. Ini bukan bentuk keangkuhan, melainkan dokumentasi. Andai tim Amundsen tertimpa musibah dalam perjalanan pulang dan tak ada yang selamat, kabar keberhasilan tetap sampai kepada Raja.

“Scott akan tiba dalam satu atau dua hari,” ujar Amundsen kepada anggota timnya. “Jika pengetahuanku tentang orang-orang Inggris ini benar, mereka tidak akan menyerah jika mereka sudah memulai.”

Tebakan Amundsen tepat. Tim Scott terus maju dan akhirnya sampai di Kutub Selatan, 35 hari setelah tim Amundsen. Saat itu terjadi, Amundsen dan timnya sedang dalam perjalanan menuju Framheim; mereka tiba dengan selamat pada 25 Januari 1912.

Scott menemukan dan membaca pesan yang ditinggalkan kepadanya, namun ia tak pernah menyampaikan surat Amundsen kepada Raja Hakoon VII. Scott dan seluruh anggota timnya meninggal dalam perjalanan pulang.

Radang dingin, kelaparan, dan kelelahan menjadi penyebab meninggalnya Scott dan timnya. Mereka terjebak badai salju yang berlangsung selama sembilan hari, hanya sekitar 18 km dari pangkalan.

Penentu dan Pembeda

Tim Roald Amundsen maupun Robert Scott sama-sama mendirikan pangkalan di Ross Ice Shelf. Namun kedua tim tak pernah bertemu karena Bay of Whales dan Cape Evans terletak berjauhan. Rute yang ditempuh kedua tim pun berbeda, walau jarak dari masing-masing pangkalan ke Kutub Selatan kurang lebih sama.

Sementara Amundsen dan timnya berangkat dari Framheim pada 19 Oktober 1911, Robert Scott dan timnya baru bertolak dari pangkalan mereka yang dinamakan Pondok Scott pada 1 November 1911. Perbedaan waktu keberangkatan bukan satu-satunya penentu kekalahan Scott. Tim Amundsen mencapai Kutub Selatan dalam 56 hari, sementara tim Scott 78 hari.

Perjalanan tim Amundsen mulus karena sang pimpinan dan empat anggotanya adalah peski ulung. Perhitungan Amundsen yang teliti pun membuat semua perbekalan terangkut dengan baik dalam dua kereta luncur yang ditarik belasan anjing.

Sementara itu, Scott dan timnya berjudi dengan kereta luncur bermotor dan kuda poni. Kereta luncur mogok dan kuda poni tak berguna di Antartika. Dari belasan anggota, hanya empat yang mencapai Kutub Selatan bersama Scott. Lainnya terpaksa dipulangkan dalam perjalanan.

Baca juga: Kiamat Season ke-6 Ada di Depan Mata

Infografik Pertarungan mencapai kutub selatan

Kalah telak di Kutub Selatan, ternyata bukan nasib terburuk yang menimpa Scott dan timnya. Satu per satu anggota tim meninggal dalam perjalanan pulang. Edgar Evans yang pertama, pada 17 Februari 1912. Berikutnya adalah Lawrence Oates.

Oates yang sudah tak mampu melanjutkan perjalanan meminta Scott untuk meninggalkannya, namun Scott menolak. Pada 16 Maret 1912, Oates meninggalkan kemah dan berjalan memasuki badai salju.

Per 22 Maret 1912, dengan tiga orang tersisa, persediaan makanan hanya cukup untuk dua hari. Namun andai perjalanan lancar pun, Scott dan para anggota tersisa masih harus menempuh tiga hari perjalanan. Hari itu badai salju sembilan hari dimulai.

Baca juga: Percy Fawcett dan Para Petualang yang Hilang

Henry Bowers, Edward Wilson, dan Scott akhirnya meninggal di dalam tenda, dalam posisi berdampingan satu sama lain. Di antara ketiganya, Scott lah yang paling akhir meregang nyawa.

Pada 29 Maret 1912, ia masih menulis di buku hariannya: “Sangat disayangkan, tapi saya rasa saya tidak lagi bisa menulis.” Setelah catatan tersebut, ia masih mampu menambahkan catatan lain: “Catatan terakhir. Demi Tuhan, jagalah orang-orang kami.”

Baca juga artikel terkait SEJARAH DUNIA atau tulisan lainnya dari Taufiq Nur Shiddiq

tirto.id - Humaniora
Reporter: Taufiq Nur Shiddiq
Penulis: Taufiq Nur Shiddiq
Editor: Ivan Aulia Ahsan