tirto.id -
Hal itu disampaikan dalam konferensi pers berkala Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK) di Aula Mezzanine Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019) malam.
Dari sisi global, kata Sri Mulyani, KSSK tengah mencermati potensi resiko dari penurunan ekonomi global dan volume perdagangan dunia. "Hal ini disampaikan oleh semua perwakilan dunia dalam spring meeting 2019 dari IMF World Bank di Washington DC beberapa waktu lalu," ujarnya.
Sementara dari sisi domestik, lanjut Sri Mulyani, tantangan yang dihadapi pemerintah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan terus memacu investasi dan ekspor serta menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Merespons kondisi tersebut, kata Sri Mulyani, KSSK bakal terus memperkuat koordinasi kebijakan moneter, fiskal, makroprudensial, mikroprudensial, dan penjaminan simpanan.
Untuk itu, pemerintah bakal terus memantau kenaikan
harga pangan dan transportasi yang dapat memicu inflasi dalam dua bulan ke depan."Dalam rapat kabinet Pak Presiden menginstruksikan untuk memastikan keseluruhan dan ketersediaan pangan maupun kelancaran dari sisi transportasi sehingga ini diharapkan akan menimbulkan suasana positif sehingga dipastikan harga terkendali dan stabilitas tetap terjaga," ujarnya.
Gubernur Bank Indonesia yang juga anggota KSSK, Perry Warjiyo, mengatakan, salah satu yang tengah diwaspadai pemeirntah adalah dampak dari tingginya harga tiket pesawat terhadap inflasi yang terjadi secara musiman jelang Idul Fitri.
Nantinya, hal tersebut akan dibahas oleh tim pengendali inflasi pusat (TPIP) yang berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Dalam rapat koordinasi ini akan dibahas bagaimana langkah-langkah antisipasinya karena pengaturan-pengaturan yang ada," tuturnya dalam kesempatan yang sama.
KSSK juga melaporkan bahwa stabilitas sistem keuangan masih terjaga pada triwulan pertama di tahun 2019. Di bidang fiskal, kinerja Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (APBN) secara umum masih mencatatkan tren positif.
Pendapatan negara tumbuh 5 persen menjadi Rp350,1 triliun atau sekitar 16,17 persen dari target APBN 2019. Sementara realisasi belanja tumbuh 7,7 persen menjadi Rp452,1 triliun atau sebesar 18,37 persen dari pagu APBN 2019.
Defisit anggaran juga masih terjaga pada kisaran 0,63 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), meski naik jadi Rp120 triliun dibandingkan tahun lalu yang tercatat Rp8,85 triliun. Sedangkan defisit keseimbangan primer mencapai Rp31,4 triliun.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan, kredit perbankan tumbuh 12,13 persen per Februari 2019 dengan rasio kredit macet kotor sebesar 2,59 persen.
Pertumbuhan kredit perbankan tersebut, kata dia, didorong oleh kenaikan kredit sektor produktif yang meliputi kredit investasi dan modal kerja yang masing-masing tumbuh 13,96 persen dan 12,75 persen.
Pembiayaan yang disalurkan pada Januari-Februari tumbuh 4,61 persen dengan non-performing financing relatif terjaga sebesar 2,70 persen.
Modal asing juga mengalir deras ke pasar saham dan surat berharga negara, yang masing-masing Rp12,13 triliun dan Rp73,87 triliun. Sementara penghimpunan dana di pasar modal sudah mencapai Rp28,34 triliun.
"Dalam menjaga resiliensi lembaga keuangan nasional menghadapi downside risk perlambatan ekonomi global, OJK terus meningkatkan kapasitas pelaku industri keuangan dari sisi permodalan ataupun manajemen risikonya," ujarnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri