tirto.id - Perbedaan Sidang Tahunan MPR, Sidang Paripurna MPR, dan Sidang Istimewa MPR terletak pada waktu dan tujuan pelaksanaannya. Dua jenis sidang yang pertama adalah agenda rutin MPR, sementara yang terakhir bergantung ke situasi tertentu.
Sidang Tahunan MPR salah satunya bertujuan mendengarkan dan membahas laporan Presiden dan lembaga negara lain terkait kinerjanya. Adapun Sidang Paripurna MPR rutin digelar pada awal dan akhir masa jabatan MPR, serta sejumlah momen tertentu lainnya.
Sementara itu, Sidang Istimewa MPR adalah sidang yang diselenggarakan atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tujuan meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden atas dugaan pelanggaran tertentu. Namun, sekarang mekanisme sidang istimewa MPR itu tidak berlaku lagi seiring dengan adanya perubahan atau amandemen UUD 1945.
MPR merupakan lembaga negara pelaksana kedaulatan rakyat, meski tidak sepenuhnya. Anggota MPR adalah para wakil rakyat yang dipilih di pemilihan umum (pemilu), baik sebagai anggota DPR maupun DPD.
Sebelumnya, MPR disebut sebagai lembaga tertinggi negara RI. Namun, penyebutan itu tidak lagi digunakan sekarang ini. Sebab, sesuai hasil amandemen UUD 1945, seluruh lembaga yang diatur keberadaannya dalam undang-undang dasar RI disebut sebagai lembaga negara.
Dikutip dari laman resmi MPR RI, tugas dan wewenang MPR adalah sebagai berikut:
- Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar (UUD).
- Melantik presiden dan wakil presiden RI berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR.
- Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di sidang paripurna MPR.
- Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
- Memilih wakil presiden dari 2 calon yang diajukan presiden jika terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya, selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari.
- Memilih presiden dan wakil presiden jika keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari 2 paket calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari.
- Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.
Apa Itu Sidang Tahunan MPR, Sidang Paripurna MPR, serta Sidang Istimewa MPR?
Untuk menjalankan tugas dan wewenangnya, MPR RI menggelar sejumlah rapat dan sidang. Jenis-jenis sidang itu diatur detailnya dalam peraturan perundang-undangan, seperti TAP MPR, undang-undang, dan Peraturan MPR. Ketentuannya secara umum juga ada di UUD 1945.
Berikut ini penjelasan tentang Sidang Istimewa MPR, Sidang Paripurna MPR, dan Sidang Tahunan MPR, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini.
1. Sidang Istimewa MPR
Di undang-undang dasar, tidak ada pengaturan secara detail terkait dengan sidang istimewa MPR. Hanya saja, dahulu sidang istimewa MPR digelar dengan alas keterangan dalam bagian Penjelasan UUD 1945. Mengutip Buku UUD NRI 1945 (PDF), di penjelasan Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, ada keterangan mengenai sidang istimewa MPR (hlm 29-30) sebagai berikut:
"[....] Dewan Perwakilan Rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden."
Namun, saat ini tidak ada lagi kewenangan MPR menggelar sidang istimewa yang bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban presiden atas pelanggaran di atas. Sebabnya, perubahan UUD 1945 (amandemen UUD 1945) telah meniadakan kewenangan MPR untuk memilih Presiden RI dan Wakil Presiden RI.
Maka itu, presiden dan wakil presiden bukan lagi mandataris MPR. Konsekuensinya, saat ini tidak lagi dikenal istilah sidang istimewa sebagai sidang MPR RI yang digelar untuk meminta dan menilai pertanggungjawaban presiden.
Perubahan tersebut juga didasari alasan bahwa mekanisme Sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden bertentangan dengan sistem presidensial. Mekanisme itu pun dinilai membuka peluang adanya ketegangan serta krisis politik dan kenegaraan.
Untuk itu, mengutip buku Panduan Pemasyarakatan UUD NRI 1945 dan TAP MPR RI (2017:88-93), hasil perubahan UUD 1945 mengatur secara lebih jelas terkait mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden. Mekanisme itu diatur dalam pasal 7B UUD 1945 (hasil amandemen) yang terdiri atas 7 ayat.
Pasal 7B ayat 1 UUD 1945 mengatur, presiden dan/atau wakil presiden bisa diberhentikan apabila:
"[...] melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela," dan/atau "tak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden."
Berdasarkan ketentuan di pasal 7B ayat 1-7 UUD 1945, secara ringkas, mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden diawali dari pendapat DPR tentang adanya pelanggaran. DPR lalu mengajukan pendapat itu kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat tentang dugaan DPR itu. Jika putusan MK menyatakan dugaan itu terbukti benar, DPR dapat mengajukan usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.
Selanjutnya, MPR wajib menggelar sidang guna memutuskan usulan DPR tersebut. Keputusan MPR atas usulan DPR itu diambil dalam rapat paripurna, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan.
Dalam pasal 7B ayat 7 UUD 1945, yang dipertegas lagi di pasal 117 ayat 1, secara jelas disebutkan keputusan MPR atas usulan DPR untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden diambil dalam rapat paripurna (sidang paripurna). Rapat itu tidak disebut sebagai sidang istimewa MPR.
2. Sidang Tahunan MPR
Ketentuan terbaru mengenai pelaksanaan Sidang Tahunan MPR tertuang dalam Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Berdasarkan isi Peraturan MPR Nomor 1 Tahun 2019, ketentuan terkait sidang tahunan MPR adalah sebagai berikut:
1. MPR dapat menyelenggarakan sidang tahunan dalam rangka memfasilitasi lembaga negara menyampaikan laporan kinerja (Pasal 63 ayat 4).
2. Untuk menjaga dan memperkokoh kedaulatan rakyat, MPR dapat menyelenggarakan sidang tahunan dalam rangka mendengarkan laporan kinerja lembaga negara kepada publik tentang pelaksanaan UUD NRI 1945 (Pasal 152 ayat 1).
3. Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial (Pasal 152 ayat 2).
4. Sidang tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap tanggal 14 Agustus sampai dengan tanggal 16 Agustus, yang diawali oleh penyampaian laporan kinerja MPR dan ditutup oleh laporan kinerja Presiden (Pasal 152 ayat 3).
6. Pidato Presiden dalam rangka laporan kinerja pada tanggal 16 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekaligus merupakan pidato kenegaraan Presiden dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia (Pasal 152 ayat 4).
Poin-poin di atas memperjelas definisi Sidang Tahunan MPR yang saat ini berlaku. Bisa disimpulkan Sidang Tahunan MPR adalah sidang MPR RI yang digelar setiap tahun pada tanggal 14-16 Agustus, untuk mendengarkan pemaparan laporan kinerja lembaga-lembaga negara, termasuk presiden.
Dari segi teknis acara, Sidang Tahunan MPR diawali dengan penyampaian laporan kinerja MPR dan diakhiri oleh pemaparan laporan kinerja presiden, serta diisi pula pidato kenegaraan Presiden pada 16 Agustus dalam rangka peringatan Kemerdekaan RI.
3. Sidang Paripurna MPR
Penyelenggaraan Sidang Paripurna MPR juga diatur di Peraturan MPR Nomor 1 Tahun 2019. Sesuai dengan isi pasal 65, Sidang Paripurna MPR merupakan salah satu dari 8 jenis rapat MPR RI. Dari 8 jenis rapat itu, Sidang Paripurna MPR berada di urutan yang pertama.
Dalam hierarki pembentukan keputusan MPR yang terdiri atas 3 level, sebagaimana diatur dalam pasal 87, Sidang Paripurna MPR juga berada di tingkat 1. Jadi, sidang paripurna merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di MPR.
Maka itu, sidang paripurna MPR bisa digelar untuk berbagai macam tujuan, seperti:
1. MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna di awal masa jabatan (pasal 63 ayat 3). Sidang paripurna ini untuk pengambilan sumpah anggota MPR hingga pemilihan pimpinan MPR dan pembentukan alat kelengkapan MPR lainnya.
2. MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna di akhir masa jabatan untuk mendengarkan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang serta kinerja Pimpinan MPR (pasal 63 ayat 4).
3. MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna untuk membahas usulan pengubahan Undang-undang Dasar (pasal 105 ayat 2).
4. MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilu (pasal 110 ayat 1).
5. MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna untuk membahas usulan DPR tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang sudah didasari oleh keputusan MK (pasal 114 ayat 1-2).
Penulis: Syamsul Dwi Maarif & Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom