tirto.id - Apa sebenarnya perbedaan puisi dan deklamasi? Membaca deklamasi puisi dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda merupakan salah satu momen yang tepat untuk meningkatkan semangat rasa perjuangan.
Hari Sumpah Pemuda 2022 sendiri diperingati pada Jumat, 28 Oktober mendatang.
Hari Sumpah Pemuda memiliki arti mendalam bagi sejarah bangsa. Isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928 ialah ikrar bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu: Indonesia.
Sehingga, proses perjuangan para pemuda di zaman itu kerap dituangkan dalam sebuah puisi yang menyentuh hati.
Namun, terkadang masih ada yang menyalahartikan antara puisi dan deklamasi serta menganggap keduanya adalah hal yang sama. Padahal, puisi dan deklamasi adalah dua hal yang berbeda, berikut penjelasannya!
Perbedaan Puisi dan Deklamasi
Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata, irama dan rima sebagai media penyampaian untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran penyair, menciptakan ilusi dan imajinasi serta dapat diubah dalam bentuk bahasa yang memiliki kesan yang mendalam.
Jika puisi adalah bentuk karyanya, maka deklamasi adalah pembacaan sajak atau puisi dengan syarat-syarat seperti dengung vokal, artikulasi, ekspresi, dan gestikulasi yang baik serta tepat sesuai dengan isi dan maksud puisi.
Sementara itu, baca puisi atau deklamasi juga disebut sebagai seni menyampaikan puisi secara nyaring dan ekspresif di depan audiens atau di atas panggung. Sehingga, dalam deklamasi, puisi dilisankan secara hafalan tanpa membawa atau membaca teks.
Senmentara itu, istilah lainnya, rampak puisi adalah penyajian puisi yang dilakukan oleh beberapa orang secara bergiliran dan bersamaan dengan menggunakan teks puisi ataupun tidak.
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Deklamasi Puisi
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membacakan puisi adalah pelafalan, intonasi dan ekspres, seperti dikutip modul Katakan dengan Puisi (2017):
1. Pelafalan
Pelafalan adalah suatu proses atau usaha untuk mengucapkan bunyi bahasa baik itu suku kata, frase sesuai dengan tema puisi
2. Intonasi
intonasi adalah penyajian tinggi rendahmya irama puisi denga memperhatikan jenisjenis tekanan seperti tekanan dinamik, tekanan nada dan tekanan tempo.
- Tekanan dinamik tekanan pada kata yang terpenting yang menjadi inti kalimat dalam bait puisi.
- Tekanan nada tekanan tinggi rendah perasaan girang, gembira, marah, sedih, gundah, galau dan suasana hati lainnya.
- Tekanan tempo tekanan tempo yang lambat atau cepatnya pengucapan suku kata atau kalimat.
3. Faktor Non Kebahasaan (ekspresi)
- Sikap merupakan kunci sukses untuk membaca puisi maka dari itu harus dikuasai sepenuhnya oleh pembaca, agar mendapatkan perhatian pembaca.
- Gerak-gerik mimik faktor yang penting dalam membaca puisi di depan orang banyak. Gerak-gerik dapat membangkitkan gairah untuk mendengarkan puisi yang anda bawakan.
- Volume suara yang digunakan menyesuaikan tempat, agar pendengar nyaman untuk mendengarkan.
- Kelancaran dan kecepatan sangat mempengaruhi pendengar dalam menikmati puisi yang dibaca, sehingga pembacaan puisi bisa dipahami pendengar.
Contoh Puisi untuk Peringatan Hari Sumpah Pemuda
Berikut ini adalah beberapa contoh puisi yang cocok dideklamasikan dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda:
Diponegoro
Karya: Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri.
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
Prajurit Jaga Malam
Karya: Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah tua-tua keras,
Bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
Kepastian
Ada di sisiku selama menjaa daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu….
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
Aku
Karya: Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
'Kumau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Editor: Yantina Debora