tirto.id - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) resmi meluncurkan program Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek) Berdampak sebagai pengganti program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) pada Jumat (2/5/2025).
Mendiktisaintek, Brian Yuliarto, menjelaskan, perbedaan penerapan Kampus Merdeka dan Diktisaintek Berdampak terletak pada output atau hasil yang diperoleh mahasiswa setelah menyelesaikan program. Penekanan Diktisaintek Berdampak, kata Brian, adalah bagaimana seluruh kegiatan dapat berdampak bagi masyarakat, industri, juga kampus tempat mahasiswa berasal.
“Jadi program-program kampus Merdeka yang sebelumnya bagaimana adik-adik kita disiapkan untuk lebih masuk ke industri, itu tetap berjalan, tetapi penekanan kali ini adalah melanjutkan yaitu seluruh aktivitas, seluruh kegiatan akademik, riset, dan inovasi bisa membantu kemajuan, bisa memberikan dampak bagi masyarakat, industri, dan pemerintahan tempat kampus itu berada,” ujar Brian dalam konferensi pers usai acara Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, di Gedung Kemendiktisaintek, Senayan, pada Jumat (2/5/2025).
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal Kemediktisaintek, Togar Mangihut Simatupang, mengatakan, perubahan nama ini tak hanya mengganti istilah, tapi menguatkan program yang sudah ada agar betul bermanfaat.
“Tidak berhenti di angka-angka, tapi masuk kepada dampak, kontribusi, atau perubahan-perubahan real yang ada di masyarakat,” ujar Togar saat ditemui, Jumat (2/5/2025).
Dia mencontohkan program Wirausaha Merdeka yang merupakan program yang ada saat Kampus Merdeka. Menurut Togar, dalam Diktisaintek berdampak nantinya program wirausaha tersebut harus sampai tahap berkelanjutan menjadi perusahaan startup.
“Dulu kan hanya berapa yang menjalani ya, kewirausahaan merdeka itu. Kemudian ada ekshibisi saja, kan? Nah kalau kita sekarang berbicara berapa yang menjadi startup, yang berkelanjutan, gitu loh,” katanya.
Di sisi lain, dia memastikan bahwa program yang sebelumnya bernama Magang Merdeka akan tetap berjalan dalam program Diktisaintek Berdampak. Togar mengatakan ke depan, mitra perusahaan dapat terlibat dalam merancang kurikulumnya dan menentukan target bagi pemagang.
“Nah, itu dia juga melakukan, dia bayar itu orang-orang yang ikut. Jadi dia yang ikut magang tadi. Tapi dia kasih outputnya apa, outcome-nya apa. Outcome-outputnya ini nanti diselaraskan dengan prodinya sendiri masing-masing. Kimia misalkan, apa, farmasi apa,” jelasnya.
Terkait dengan pengkonversian Satuan Kredit Semester (SKS) bagi peserta magang, Togar mengatakan akan menjadi adaptif sesuau dengan capaian pembelajaran program studinya. Akan tetapi, setiap peserta harus mendefinisikan secara utuh atas kontribusinya.
“Itu fleksibel. Tapi dia harus jelas. Kalau dulu kan kadang-kadang enggak punya relevansi (jurusan). Dia Farmasi tadi, harusya kan berkaitan dengan produksi, distribusi, maupun packaging obatan. Ini mungkin berkaitan dengan marketing. Agak sedikit kurang tepat,” terang Togar.
Selain itu, terkait penggajian, dia mengatakan bahwa tidak akan sama rata. Hal itu akan tergantung kepada perusahaan mitra.
“Itu kan variabilitas. Maksudnya berarti akan berbeda-beda. Ada at cost, itu uang makan sama uang transport, ada juga dia ngasih penginapan, ada juga uang saku, macam-macam,” katanya.
Meskipun demikian, Togar mengatakan pihaknya tetap melakukan pengawasan penuh dengan tetap mempertahankan pengadaan logbook dan sistem pengaduan sehingga apa yang terjadi kepada peserta dapat diketahui oleh pemerintah penyelenggara.
“Masih tetap ada (logbook). Itu harus karena kita kan nanti, faktanya apa? Bagaimana kita bisa mengakses dia? Jangan tiba-tiba seperti ada salah satu universitas jamanya Covid. Itu jumlah cumlaude kan melonjak. lya kan? Itu karena asesmennya enggak dilakukan dengan teliti,” terangnya.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher