tirto.id - Terdakwa penyuap empat pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, terkait proyek monitoring satellite, Fahmi Darmawansyah menyatakan bersyukur usai pembacaan putusan vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk dirinya pada Rabu (24/5/2017).
Fahmi menerima vonis yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Majelis hakim perkara ini menjatuhkan vonis hukuman 2,8 tahun penjara dan denda 150 juta subsider 3 tahun kurungan untuk dia.
Hukuman ini jauh dari tuntutan JPU yang meminta Fahmi dihukum 4 tahun penjara dan denda 200 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Usai pembacaan vonis itu, Fahmi menyatakan bersyukur terhadap tuhan dan menganggap hukuman di kasus ini sebagai cobaan untuk dia.
"Alhamdulillah karena ini adalah ujian dari Allah, yang perlu saya sampaikan ini merupakan berita gembira. Apa artinya, karena saya terpilih sama Allah untuk diuji. Cara menghadapinya gimana? dengan sabar," kata Fahmi.
Fahmi mengangap vonis di pengadilan tingkat pertama itu merupakan kabar gembira. "Saya menghadapinya dengan sabar karena sebagai manusia kita pasti mendapat ujian baik itu ujian senang ataupun susah. Mudah-mudahan ini jadi berita gembira dan banyak orang-orang ujiannya di atas saya," ujar Fahmi.
Dia juga bersyukur permohonannya menjadi Justice Collaborator (JC) KPK tidak diterima. Alasan Fahmi, dia tidak siap membuka aib atau memfitnah orang lain demi meringankan hukumannya.
"Saya tidak akan pernah meringankan hukuman dengan cara memfitnah," kata Fahmi.
Sementara istri Fahmi, aktris Inneke Koesherawati hanya menangapi vonis itu dengan singkat, "Semoga kita bisa melewati semua ini. Ini ujian Allah."
Jaksa KPK Keberatan Terhadap Vonis Ringan untuk Fahmi
Sedangkan bagi JPU KPK di perkara ini, Vonis ringan untuk Fahmi mengecewakan. Salah satu anggota Tim JPU KPK, Ferdian Adi Nugroho menganggap Fahmi seharusnya menerima hukuman 4 tahun penjara, atau minimal 3 tahun bui, sebab terbukti menyuap empat pejabat Bakamla RI.
"Sebenarnya cukup keberatan, tapi kita harus terima perkara ini. Karena menurut kami terdakwa tadi harusnya dipidana 3 atau 4 tahun penjara karena membuat seseorang (pejabat) bisa melakukan perdagangan pengaruh, korupsi dan lainnya. Bentuk sanksi semestinya membuat jera pelaku korupsi," kata Ferdian usai persidangan hari ini.
Meskipun begitu, menurut Ferdian, JPU KPK masih akan mengkaji lagi kemungkinan pengajuan banding atas vonis untuk Fahmi.
"Belum tahu. Akan didiskusikan," ujar Ferdian. “Banding (jaksa) itu bisa kalau vonis di tingkat pertama dianggap tidak sesuai dengan perkara yang diperbuat."
Di perkara ini, Fahmi dianggap terbukti memberikan suap kepada empat pejabat Bakamla dengan total nilai 309.500 dolar Singapura, 88500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp120 juta.
Suap Fahmi diberikan kepada Kepala Biro perencanaan dan organisasi Bakamla, Nofel Hasan senilai 104,500 Dolar Singapura dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono dengan uang Rp120 juta.
Suap itu juga diberikan untuk Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura dan uang 100 ribu dolar Singapura.
Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Eko Susilo Hadi juga disuap Fahmi dengan duit 88.500 dolar Singapura dan 10 ribu Euro.
Fakta persidangan Fahmi juga mencatat politisi yang dekat dengan PDIP, Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy, yang terus mangkir dari panggilan jaksa ke pengadilan, juga menerima aliran suap dan diduga memiliki peran kunci di kasus ini. Selain itu, nama Kepala Bakamla Arie Soedewo juga ikut terseret dalam kasus ini.
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Addi M Idhom