Menuju konten utama

Penyidik KPK Datangi POM TNI untuk Periksa Kepala Bakamla

Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat monitoring satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla), KPK telah memeriksa Kepala Bakamla, Laksamana Madya Laksdya TNI Arie Soedewo sebagai saksi dalam proses penyidikan.

Penyidik KPK Datangi POM TNI untuk Periksa Kepala Bakamla
Arie Soedewo. [Foto/Antaranews]

tirto.id - Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat monitoring satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Kepala Bakamla, Laksamana Madya Laksdya TNI Arie Soedewo sebagai saksi dalam proses penyidikan.

"Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Bakamla Arie Soedewo di POM (Polisi Militer) TNI. Pemeriksaan dilakukan Kamis, 26 Januari 2017, penyidik KPK datang ke POM TNI untuk melakukan pemeriksaan," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Arie diperiksa untuk tersangka mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama (Sestama) Bakamla, Eko Susilo Hadi.

"Pemeriksaan ini adalah koordinasi yang baik antara POM TNI dan KPK. Saksi diperiksa sebagai pengguna anggaran monitoring satelit dan diklarifikasi mengenai alur proyek dari perencanaan sampai kontrak, karena Arie Soedewo adalah pengguna anggaran sehingga ditanyakan mengenai tahap perencanaan sampai dengan tahap kontrak," tambah Febri.

Namun Febri tidak mengatakan apakah Arie terlibat dalam kasus ini dengan melakukan sejumlah intervensi.

"KPK terus melakukan upaya pencarian informasi dan bukti-bukti terkait dengan pihak lain yang diduga ikut menerima aliran uang yang sedang disidik. Hal yang pasti Kepala Bakamla diperiksa sebagai saksi di POM TNI dan kami mendalami posisi saksi sebagai pengguna anggaran," ungkap Febri.

Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan KPK pada Rabu (14/12/2016) terhadap Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran Edi Susilo Hadi, dan tiga orang pegawai PT Melati Technofo Indonesia Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta dan Danang Sri Radityo di dua tempat berbeda di Jakarta.

Empat orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus ini adalah Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran Eko Susilo Hadi sebagai tersangka penerima suap serta Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah serta dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta sebagai tersangka penerima suap.

Eko Susilo Hadi disangkakan pasal 12 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta sebagai tersangka pemberi suap disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selanjutnya Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo sebagai tersangka penerima suap. Bambang diketahui sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek bernilai Rp220 miliar tersebut.

Eko diduga baru menerima Rp2 miliar sebagai bagian dari Rp15 miliar "commitment fee" yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK BAKAMLA atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri