Menuju konten utama

Penyerangan Polres Jeneponto, ISESS: Pelanggar Harus Dihukum

Isess bilang setiap kasus benturan antara anggota TNI dengan Polri, tentu siapapun yang bersalah harus dihukum, yang tidak patuh harus didisiplinkan.

Penyerangan Polres Jeneponto, ISESS: Pelanggar Harus Dihukum
Ilustrasi Penjara. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyorot penyerangan Polres Jeneponto. Dia bilang setiap kasus benturan antara anggota TNI dengan Polri, tentu siapapun yang bersalah harus dihukum, yang tidak patuh harus didisiplinkan.

"Termasuk siapapun terlibat sebagai pemicu, pendorong, maupun pihak-pihak yang membiarkan atau lalai, telah memudahkan terjadinya bentrokan yang membahayakan keselamatan masyarakat baik langsung atau tidak," ucap Fahmi kepada Tirto, Jumat, 28 April 2023.

Para pimpinan, terutama di lapangan, harus mampu memberi teladan dan meningkatkan pengawasan. Bukan malah membiarkan atau malah memfasilitasi arogansi dan aksi main hakim sendiri.

TNI dan Polri memang didesain sebagai alat kekerasan negara dalam rangka menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah, melindungi masyarakat, memelihara keamanan dan menegakkan hukum. Maka menghilangkan "budaya" kekerasan di lingkungan dua instansi tersebut adalah gagasan yang naif.

"Pertama, mereka memang ditempa untuk mampu melakukan kekerasan yang sepatutnya. Sehingga yang masih mungkin dilakukan adalah meminimalisasikan peluang tindakan impulsif dan kekerasan eksesif," terang Fahmi.

Kedua, mental kompetitif dan potensi kekerasan antara dua "kelompok kuat" ini merupakan masih sangat mungkin dikelola dan dialihkan pada hal-hal yang lebih positif dan berorientasi pada prestasi.

Ketiga, menghilangkan budaya kekerasan itu tidak relevan dengan fakta bahwa kekerasan fisik antarkelompok juga tetap sangat potensial terjadi di lingkungan yang dianggap jauh dari budaya kekerasan.

Di sisi lain, secara khusus publik juga perlu mengingatkan bahwa Polri juga memiliki masalahnya sendiri. Sebagai lembaga yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat, lembaga ini masih belum cukup berhasil memperbaiki kepercayaan maupun citra dan reputasinya yang memburuk di mata masyarakat setelah didera sejumlah masalah.

Para anggota TNI di lapangan, sebagai bagian dari masyarakat, lanjut Fahmi, tidak terlepas dari persepsi yang menganggap polisi itu buruk. Ketika terjadi perselisihan yang mungkin sebenarnya sepele, persepsi itu memicu ketidakpuasan.

"Penting untuk mengingatkan para anggota Polri agar berhati-hati, menjaga sikap dan perilakunya dalam pergaulan di tengah masyarakat. Jangan arogan apalagi sewenang-wenang. Kenapa? Karena selain didukung kekuatan fisik, mereka punya kekuatan lain yang jelas tidak dimiliki anggota TNI di tengah masyarakat, yaitu kewenangan bertindak atas nama hukum," ucap Fahmi.

Diketahui, penyerangan Polres Jeneponto terjadi pada Kamis, 27 April, pukul 01.45, diduga dilakukan oleh puluhan orang tak dikenal. Massa melempari ruangan Propam Polres Jeneponto dengan menggunakan batu dan bom molotov.

Selain melempar, ada beberapa tembakan yang diduga berasal dari penyerang. Tembakan itu mengenai perut Bripka MM.

Polisi yang berdinas berupaya mengevakuasi korban sambil berusaha menghalau serangan dengan mengeluarkan tembakan peringatan, sehingga berhasil mendesak mundur para penyerang. Lantas personel Polres Jeneponto pun berusaha memadamkan api.

Baca juga artikel terkait PENYERANGAN POLRES JENEPONTO atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat