tirto.id - Stereotipe gender telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan interaksi sosial sehari-hari, termasuk di lingkungan kerja. Dari masa ke masa, masyarakat telah terbiasa dengan konsep stereotip gender, meskipun tidak selalu menyadarinya secara eksplisit. Lalu, apa itu stereotip gender?
Dalam Jurnal Marwah Vol. 14, No. 2 (2015) dijelaskan, stereotip gender adalah pandangan umum dalam masyarakat yang menempatkan entitas dalam hierarki berdasarkan jenis kelamin. Hal ini mencakup generalisasi tentang aktivitas, kemampuan, atribut, dan pilihan yang dianggap sesuai dengan jenis kelamin seseorang.
Studi lain dalam JurnalSains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (JSKPM) Vol. 42, No. 2 (2020) disebutkan, stereotipe gender muncul dari pengategorian perempuan dan laki-laki dalam konteks sosial yang dipengaruhi oleh perbedaan psikologis sebagai akibat dari perbedaan seks.
Dampaknya, terbentuklah keyakinan tentang perilaku yang membedakan antara perempuan dan laki-laki. Keyakinan ini merupakan label yang telah mengakar dalam masyarakat untuk membedakan peran khas dari masing-masing jenis kelamin.
Contoh stereotipe gender jamak ditemukan di lingkungan kerja, misalnya perbedaan gaji antara laki-laki dan perempuan dengan beban kerja yang sama. Selain itu, pandangan bahwa perempuan lebih emosional membuatnya dianggap kurang kompeten dibanding laki-laki yang diklaim lebih rasional.
Apa Penyebab Stereotip Gender?
Xinyi Ye dalam jurnal berjudul The Impact of Gender Stereotypes on Women in the Workplace (2023) menjelaskan, penyebab stereotip gender ada beberapa faktor, mencakup tradisi dalam konsep kepribadian gender, perbedaan biologis, budaya patriarki, dan pendidikan.
Semua faktor tersebut saling terkait sehingga membuat stereotipe gender berkembang di masyarakat, termasuk di lingkungan kerja. Berikut penjelasan penyebab gender stereotip.
1. Konsep tradisional gender
Konsep tradisional tentang kepribadian gender berperan besar dalam membentuk stereotip gender. Laki-laki sering dilihat sebagai sosok tegas dan berani sementara perempuan sering dianggap lebih lembut dan patuh.Perbedaan tersebut menciptakan harapan yang berbeda bagi kedua gender; laki-laki diharapkan percaya diri dan ambisius, sementara wanita diharapkan lebih perhatian dan kolaboratif. Stereotipe ini membentuk pola pikir dalam masyarakat yang memungkinkan kita dengan cepat menilai individu berdasarkan jenis kelaminnya.
2. Perbedaan biologis laki-laki dan perempuan
Melalui pengamatan biasa tidak sulit untuk menemukan adanya beberapa perbedaan fisiologis antara pria dan wanita. Pria bertubuh lebih kuat dan kekuatan fisik yang lebih besar. Sementara itu, peran reproduksi perempuan dapat mencegah mereka untuk melakukan aktivitas fisik yang banyak menguras tenaga atau energi.Konsep ini pun telah tertanam kuat dalam pikiran manusia sejak proses evolusi biologis. Perbedaan biologis ini akhirnya menciptakan pandangan yang berbeda terkait peran laki-laki dan perempuan.
Meskipun pria cenderung berkekuatan fisik lebih besar, terdapat penelitian yang sudah menunjukkan bahwa hormon dan struktur biologis keduanya sebenarnya sama. Hal ini membuktikan bahwa stereotip gender hanya menggambarkan sebagian kecil dari perbedaan gender, tidak mencakup semua perbedaan esensial antara keduanya.
3. Budaya patriarki
Budaya patriarki yang masih ada dalam masyarakat memainkan peran kunci dalam pembentukan stereotip gender. Budaya patriarki memperkuat pandangan yang salah bahwa laki-laki harus fokus pada pekerjaan sedangkan perempuan mengurus keluarga.Perbedaan pembagian peran sosial menciptakan harapan sosial dan peran yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Ini menyebabkan anggapan bahwa perempuan lebih sesuai untuk posisi layanan dalam lingkungan kerja, sementara laki-laki diharapkan menjadi pemimpin dan manajer.
4. Pendidikan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan
Pendidikan yang memberikan perlakuan berbeda antara anak laki-laki dan perempuan juga berkontribusi sebagai salah satu penyebab gender stereotip. Menurut penelitian, ketika anak laki-laki dan perempuan diajari dan dibesarkan secara berbeda, gagasan tentang perbedaan gender dapat membentuk keyakinan implisit yang memengaruhi mereka sepanjang hidup.Pada saat sama, dalam proses pertumbuhan, perbedaan fisiologis antara laki-laki dan perempuan akan menjadi bukti langsung untuk membuktikan kebenaran keyakinan tentang perbedaan gender. Hal ini kemudian memperdalam konsep bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda hingga akhirnya membentuk stereotip gender.
Contoh Stereotip Gender di Tempat Kerja
Stereotipe gender dapat berdampak besar pada perempuan di tempat kerja, mulai dari penghasilan yang lebih rendah hingga peluang promosi lebih kecil. Dilansir IMD Research and Knowledge serta Catalyst, berikut beberapa contoh stereotipe gender di tempat kerja.
1. Laki-laki lebih cocok menjadi pemimpin
Laki-laki sering dianggap lebih cocok untuk peran kepemimpinan karena diklaim lebih ambisius dan berani. Sementara itu, perempuan sering dipandang kurang mampu dalam posisi tersebut karena dianggap lebih emosional dan kurang tegas.2. Perempuan lebih emosional
Perempuan sering dianggap lebih emosional daripada pria. Pandangan ini menyebabkan perempuan dinilai kurang rasional dalam pengambilan keputusan di lingkungan kerja.3. Perempuan dianggap kurang fokus pada karier karena keluarga
Berbeda dengan laki-laki, perempuan kerap dihadapkan pada pertanyaan antara memilih karier dan keluarga. Hal ini mencerminkan stereotip gender di lingkungan kerja. Perempuan yang memiliki tanggung jawab keluarga, misalnya punya anak atau merencanakan untuk memilikinya, sering dianggap kurang fokus pada karier dan kurang fleksibel dalam hal waktu kerja.4. Promosi kerja untuk perempuan lebih ketat
Untuk dipertimbangkan naik jabatan, perempuan harus memberikan bukti kinerja yang lebih tinggi daripada rekan-rekannya yang pria. Hal ini dapat menciptakan hambatan bagi perempuan dalam mencapai kemajuan karier yang setara dengan laki-laki di tempat kerja.5. Gaya komunikasi
Laki-laki diharapkan berbicara secara langsung dan tegas dalam situasi kerja. Sementara itu, perempuan sering dianggap kurang kompeten atau terlalu agresif jika mereka menunjukkan perilaku yang sama.Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin