tirto.id - “Kemarin itu aku dan gengku sempat ikutan panik. Ini gara-gara salah satu sahabat kami ‘menghilang’ sejak Desember tahun lalu. Mau hibernasi katanya, belum mau diajak ngumpul-ngumpul ketemuan,” cerita Alyssa (29), seorang brand manager.
“Nah, baru Sabtu kemarin akhirnya dia mau cerita. Ternyata masalah keuangan. Tapi dari masalahnya itu, kami semua jadi ikutan belajar banyak.”
Alyssa melanjutkan, “Ternyata sahabat kami ini sempat flat broke. Uangnya di ATM tinggal Rp65.000. Parah banget. Dia jadi stres, dari yang biasa punya gaji besar, pegang uang sendiri, beli barang-barang branded, kemarin cuma punya sisa uang segitu. Katanya, egoku terluka! Dari manager bergaji dua digit, sekarang harus minta uang sama suami.”
Sahabat yang Alyssa ceritakan adalah sosok perempuan mandiri yang sedari kuliah sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Setelah menikah dan punya dua anak, sahabat Alyssa terus berprinsip untuk tidak mengharapkan uang pemberian suaminya.
Singkat cerita, tahun lalu, sang sahabat terdampak pemadatan karyawan level atas. Meski begitu, dia dapat tabungan, pesangon, dan uang pensiun dalam jumlah besar.
Sayangnya, gaya hidupnya sangat mahal dengan kebiasaan membeli barang-barang branded. Semua uangnya pun habis dalam setahun.
“Dengan gengsi yang akhirnya terkalahkan, dia mau juga cerita ke suaminya tentang kondisi keuangannya. Happy ending, dan sekarang dia sudah bangkit lagi dengan buka usaha jualan barang-barang brandedpreloved-nya. Rencananya dari online mau buka offline store juga karena profit yang didapat ternyata lebih besar dari gaji bulanannya dulu,” lanjut Alyssa.
“Dia menyesal, kenapa nggak dari dulu menabung dan berinvestasi?”
Dari pengalaman sahabat mereka, Alyssa dan teman-temannya disadarkan bahwa kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dari uang gaji perlu dibarengi juga dengan komitmen untuk menabung dan berinvestasi.
Pembahasan Alyssa di atas mustahil dipisahkan dari konsep-konsep seputar kemandirian finansial dan kebebasan finansial (financial freedom). Coba kita bahas masing-masing, ya!
“Yang dimaksud dengan mandiri finansial adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa bergantung pada orang lain,” terang Financial Planner Expert dan Head of Advisory & Investment Operation PINA, Rista Zwestika, CFP, WMI.
Rista melanjutkan, apabila kamu sudah mandiri finansial, kamu artinya sudah memiliki penghasilan yang cukup untuk kebutuhan hidup, mampu menabung dan berinvestasi, memiliki dana darurat, dan bebas dari utang konsumtif.
“Sedangkan kebebasan finansial atau financial freedom adalah kondisi memiliki passive income yang melebihi kebutuhan hidup, sehingga tidak perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tambah Rista.
Terdapat sederet karakteristik dari kebebasan finansial, yaitu memiliki passive income yang besar, memiliki tabungan dan investasi yang cukup untuk masa pensiun, dan memiliki pilihan untuk bekerja atau tidak.
Pendeknya, mandiri finansial merujuk pada kemampuan kita memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bergantung pada orang lain. Kebebasan finansial adalah tahap selanjutnya, yakni ketika kita sudah punya passive income yang melebihi kebutuhan hidup sehingga tidak perlu bekerja.
Nah, pertanyaannya, apakah perempuan perlu mandiri secara finansial?
“Perlu, karena mandiri secara finansial dapat meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri,” jawab Rista.
Lebih lanjut Rista menerangkan, “Mereka juga jadi memiliki penghasilan sendiri yang dapat memberikan rasa aman dan kepercayaan diri, sehingga perempuan tidak bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Meningkatkan harga diri dan rasa sejahtera karena mampu mengelola keuangan dan mencapai tujuan finansial.”
Selain itu, dengan menjadi mandiri secara finansial, perempuan sekaligus melakukan perlindungan diri, karena dapat memberikan jaminan finansial ketika berada dalam situasi sulit, seperti perceraian, KDRT, atau ditinggal suami.
Artinya, perempuan jadi punya kontrol atas keuangannya dan terhindar dari eksploitasi finansial.
Dengan menjadi perempuan yang mandiri secara finansial, kita dapat memberi kontribusi pada rumah tangga dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga termasuk pendidikan anak.
Selain itu, kemandirian finansial membantu perempuan untuk memiliki daya tawar, suara, dan peran lebih kuat dalam keluarga dan masyarakat.
Pada akhirnya, perempuan yang mandiri secara finansial berpeluang menciptakan masa depan lebih baik: mempersiapkan dirinya untuk menghadapi berbagai kemungkinan di masa depan, memberikan dirinya pilihan untuk mengejar pendidikan, karier, atau tujuan lainnya.
Nah, setelah mandiri finansial, bagaimana caranya dapat meraih kebebasan finansial? Terkait ini, Rista membagikan tips, “Pertama, harus memiliki tujuan finansial yang jelas.”
“Tentukan tujuan finansial yang ingin dicapai, seperti memiliki rumah, pensiun dini, atau membangun bisnis. Buatlah target yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, and Time-bound) untuk mencapai tujuan.”
Saran kedua, tingkatkan penghasilanmu, misalnya mencari pekerjaan sampingan, memulai usaha, atau meningkatkan keterampilan.
Perlu juga untuk menginvestasikan diri dalam pendidikan atau upgrade skill lewat pelatihan demi meningkatkan value di pasar kerja.
Selanjutnya, kelola keuangan dengan bijak. Caranya, buatlah anggaran dan catat pengeluaran secara detail. Prioritaskan kebutuhan daripada keinginan.
Jangan lupa menabung dan berinvestasi. Sisihkan minimal sepuluh persen dari penghasilanmu untuk ditabung.
Pelajari dan pilihlah instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan finansialmu. Berinvestasi dari nominal kecil tidak apa-apa, lalu tingkatkan secara bertahap.
Kemudian, bangun passive income. Carilah peluang dan cara untuk membangun passive income, seperti melalui investasi properti, deposito, atau membangun bisnis daring.
Poin penting lainnya, miliki asuransi. Asuransi kesehatan, jiwa, dan kendaraan dapat melindungi dirimu dan keluarga dari risiko finansial dan situasi tidak terduga.
Terakhir, rencanakan masa depanmu. Siapkan dana pensiun untuk memastikan kehidupanmu nyaman setelah tak lagi bekerja. Pertimbangkan dan siapkan juga pendidikan anak dan biaya pernikahan di masa depan.
Well, merasa overwhelmed dengan langkah-langkah di atas? Tentu.
Meski begitu, kamu tak perlu ragu atau takut. Ingat, teknologi zaman now mempermudah kita dalam mengakses informasi.
Sekadar dengan klik layar smartphone, kita akan dipertemukan dengan berjuta sumber konten bacaan dan video tentang perkembangan dunia keuangan.
Bergabunglah dengan komunitas keuangan untuk belajar dan berbagi pengalaman. Kamu juga bisa mencari mentor atau konsultan keuangan untuk mendapatkan saran yang tepat.
Dari situ, bangun rasa ingin tahumu untuk mempelajari strategi investasi terbaru dan berbagai ilmu untuk meningkatkan peluang karier dan bisnis.
Tak perlu ragu untuk memulai usaha dan mengambil risiko yang terukur, karena kegagalan adalah bagian dari proses belajar menuju kebebasan finansial.
Penting diperhatikan, mencapai kemandirian finansial dan kebebasan finansial membutuhkan waktu, disiplin, dan komitmen.
Namun, sekali lagi, tidak perlu takut!
Kedua objektif tersebut dapat dicapai oleh semua perempuan dengan tekad, usaha, dan tentunya dukungan support system terutama dari keluarga, pasangan atau suami.
Yuk, semangat mengedukasi diri kita untuk mencapai kemandirian finansial dan kebebasan finansial! Kita pasti bisa!
Penulis: Glenny Levina
Editor: Sekar Kinasih