tirto.id - Rencana pemerintah untuk menurunkan tarif tol khusus angkutan logistik dinilai Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) tidak tepat sasaran. Pasalnya, kontribusi turunnya tarif tol tidaklah signifikan terhadap biaya logistik yang makin murah.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengungkapkan penurunan tarif tol kemungkinan kecil diikuti penurunan biaya transportasi oleh penyedia truk (transporter truk). Percuma saja, menurutnya, pemerintah menurunkan tarif tol kalau tidak diikuti oleh transporter yang juga menurunkan biayanya.
"Saya ragu kalau pihak transporter mau menurunkan biaya angkutan kalau tarif tol untuk truk diturunkan, dengan banyak alasan, seperti inflasi yang naik terus dan tarif angkutan yang tidak naik-naik beberapa tahun ini karena harga BBM stabil disubsidi, biaya sparepart truk yang naik karena rupiah melemah, dan lain-lain," ungkapnya kepada Tirto pada Minggu (1/4/2018).
Kemudian, ia menilai bahwa kebijakan penurunan tarif tol ini justru mencerminkan inkonsistensi dari kebijakan pemerintah yang berupaya untuk memindahkan jalur logistik barang di Pulau Jawa yang berjarak jauh (di atas 500 kilometer), dari jalur darat ke jalur laut atau dari jalur darat umum ke jalur darat khusus kereta api.
Penurunan tarif tol untuk angkutan barang, terkesan mendorong angkutan logistik lebih menyukai memakai jalan darat umum dari pada laut atau kereta api. Pemerintah seharusnya membuat insentif-insentif saja untuk mengupayakan pengalihan angkutan barang jarak jauh di Pulau Jawa dengan menggunakan jalur laut atau kereta api.
"Sangat kelihatan pemerintah tidak fokus dengan program poros maritimnya. Dari pada menurunkan tarif tol untuk truk, lebih baik biaya kapal roro (roll on-roll off) yang dibuat lebih efisien," ujarnya.
Untuk jarak di atas 500 kilometer, menurutnya, moda laut dengan kapal roro paling efisien. Namun, pemanfaatannya kurang maksimal karena selama ini masih ada pandangan jalur darat lebih murah karena BBM yang disubsidi, sementara biaya pelabuhan mahal.
Dia juga mengkhawatirkan dengan kebijakan tarif tol murah untuk logistik, mendorong angkutan logistik dengan muatan overload masuk menggunakan jalur tol. Sehingga, akan memicu kemacetan parah.
"Jangan sampai dengan tarif tol yang murah, maka truk-truk yang overload beramai-ramai masuk tol dan membuat tol justru menjadi macet. Seharusnya pemerintah berani menindak tegas pemilik barang dan truk yang overload," ucapnya.
Ia berpendapat pemerintah seharusnya lebih dahulu menekankan tindakan tegas untuk angkutan barang yang overload daripada sibuk menurunkan tarif tol, karena kerugian yang dapat timbul dari truk overload jauh lebih besar.
Pada Kamis (29/3/2018) saat meresmikan jalan tol Ngawi-Kertosono seksi Ngawi-Wilangan, Madiun, Jawa Timur, Menteri PUPR mengatakan bahwa pemerintah sedang mengevaluasi 39 ruas tol, yang mana 36 ruas di antaranya adalah jalur logistik. Harapannya dengan evaluasi itu dapat menurunkan tarif rata-rata yang semula di atas Rp1.000 per kilometer.
Presiden Joko Widodo di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, pada Jumat (23/3/2018) mengatakan bahwa 20-30 persen tarif tol dapat diturunkan dengan memperpanjang masa hak kelola (konsesi) jalan tol.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri