tirto.id - Menteri Komunikasi dan Digital (KomDigi), Meutya Hafid, terlihat bingung saat ditanya awak media soal latar belakang Rudi Sutanto, Staf Khusus Menteri yang baru dilantiknya. Sebab, masyarakat mempersoalkan kiprah Rudi Sutanto, alias Rudi Valinka, sebagai seorang buzzer atau pendengung pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 2014-2019. Ia dikenal sebagai sosok di balik akun pendengung @Kurawa di media sosial X (dulu Twitter).
Meutya mengaku tak tahu menahu soal Rudi Valinka ataupun akun @Kurawa. Ia mengaku, Rudi Sutanto yang diangkatnya menjadi Staf Khusus Menteri di Bidang Strategi Komunikasi tersebut, dipilih karena dinilai ‘expert’ di bidang komunikasi. Meutya turut berdalih bahwa dia jarang main Twitter.
Ketidaktahuan Meutya akan rekam jejak anak buahnya dinilai sejumlah pihak semakin menunjukkan bahwa pengangkatan Staf Khusus Menteri dilakukan secara tidak transparan. Apalagi, mengangkat pendengung ke dalam pemerintahan berpotensi mengikis kepercayaan publik.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menyatakan bahwa pengangkatan Rudi Valinka sebagai staf khusus sama dengan pemerintah mengakui selama ini memang mempekerjakan buzzer untuk urusan publik. Kunto menilai, seolah-olah pemerintah merasa menunjuk pendengung menjadi staf khusus lebih efektif dalam urusan komunikasi publik.
“Di istilah lama komunikasi itu disebut spin doctor. Jadi mereka bisa memutar balikkan fakta sehingga opini publik lebih positif kepada pemerintah,” kata Kunto kepada wartawan Tirto, Kamis (16/1/2025).
Masalahnya, kata dia, ketika pemerintah terang-terangan mengajak buzzer ke dalam lingkar pemerintahan, maka legitimasi informasi pemerintah akan dipertanyakan. Sebab pemerintah tidak bisa lagi mengelak saat dituding memoles informasi agar citra mereka baik.
Meski begitu, Kunto merasa bahwa publik sudah mengetahui pemerintah memang memakai jasa buzzer sedari lama. Namun, dengan penegasan mempekerjakan pendengung secara terang-terangan, pemerintah tidak bisa lagi mengelak ketika dicecar publik.
“Sehingga isu-isu komunikasi dan konten komunikasi publik dari pemerintah akhirnya akan kontraproduktif yang menurunkan kepercayaan masyarakat,” sambung Kunto.
Rudi Valinka memang sudah lama dicurigai publik sebagai sebagai pemilik akun @kurawa. Akun kontroversial itu kerap memancing perdebatan di kalangan warganet. Namun, dari jejak cuitannya, Rudi Valinka atau @kurawa selalu nampak berada di pihak pemerintah. Ia kerap mengeluarkan opini yang membela pemerintah, baik di era Jokowi, maupun era Presiden Prabowo Subianto kini.
Jejak Rudi Valinka alias @kurawa sebagai pembela Prabowo sudah terlihat sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu. Ia itu secara terbuka menyerang lawan-lawan politik Prabowo. Setelah Pilpres berakhir, Rudi Valinka kerap kali menciptakan konfrontasi dengan kubu para lawan Prabowo di Pilpres, terutama Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Rudi Valinka dengan akun @kurawa bergabung ke X sejak 2009 silam. Hingga saat ini, Rudi Valinka memiliki lebih dari 450 ribu pengikut di X. Ia ditengarai sebagai sosok yang sama merupakan penulis buku "A Man Called #Ahok" yang terbit pada 2016 silam.
Meskipun saat ini akun tersebut cenderung membela Prabowo, bukan berarti ia tidak pernah mencuit hal-hal yang bernada cemooh kepada Prabowo. Sebab, Prabowo sempat dikenal sebagai rival politik Jokowi. Misal, 22 Oktober 2017 silam, akun @kurawa menyebut bahwa Prabowo di-blacklist oleh Amerika Serikat karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada 1998.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menjelaskan di Peraturan Presiden Nomor 140/2024 tentang Organisasi Kementerian Negara, memang dibedakan status antara staf khusus dan staf ahli dalam kementerian. Staf ahli akan menjadi satu kesatuan dengan susunan organisasi kementerian. Sedangkan staf khusus ada di luar organisasi kementerian, namun diangkat dengan status penugasan yang diberikan menteri. Jumlah keduanya sama-sama maksimal lima orang dalam satu kementerian.
Castro, sapaan akrabnya, mengingatkan bahwa penting bagi menteri untuk tidak asal dalam menunjuk seorang staf khusus. Ia menekankan kompetensi pada bidang yang digeluti harus menjadi syarat utama sebelum mengangkat seseorang sebagai staf khusus menteri.
“Kalau dalam urusan komunikasi ya yang diangkat adalah mereka yang punya kemampuan di bidang komunikasi. Harus jelas bidang keilmuannya apa, profil jelas, latar belakangnya apa,” kata Castro kepada wartawan Tirto, Kamis.
Kedua, seharusnya menteri mengetahui jelas latar integritas dan rekam jejak anak buahnya. Dalam integritas, kata Castro, menteri bisa menilik apakah calon staf khusus pernah lakukan kejahatan atau pelanggaran etik. Jangan sampai yang dipilih merupakan sosok bermasalah.
Perpres Nomor 140 Tahun 2024 tentang Organisasi Kementerian Negara, menyebut bahwa pengangkatan staf khusus menteri harus disetujui oleh presiden. Prosesnya, kementerian mengusulkan nama calon staf khusus ke presiden lewat Menteri Sekretaris Negara. Setelah itu, rekam jejak calon staf khusus akan ditelusuri dengan bantuan sejumlah lembaga, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Badan Intelijen Negara. Setelah Istana menyetujui, baru kementerian melantik staf khusus menteri.
Castro memahami pengangkatan staf khusus menteri memang diwarnai praktik titipan orang politik tertentu. Namun, penting bagi menteri dapat melacak genealogi politik anak buahnya.
“Jadi jangan asal pesanan atau titipan dari kelompok kepentingan politik tertentu. Akhirnya seperti Meutya Hafid yang tidak paham stafsusnya sendiri seorang buzzer,” ujar Castro.
Potensi Merugikan Publik
Direktur SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menilai staf khusus di KomDigi seharusnya adalah sosok yang memiliki kualifikasi cakap dalam profesionalitas, rekam jejak, dan kompetensi. Ia melihat hal-hal tersebut tidak melekat pada diri seorang pendengung alias buzzer.
Artinya, kata Nenden, tabiat pemerintah masih terus sama, yakni hobi mengangkat pejabat tanpa kompetensi dan latar belakang yang baik.
“Tentu akan jadi persoalan serius jika orang yang ditunjuk kerjanya nggak becus dan bikin masalah. Jadi ngabisin anggaran pemerintah sia-sia,” kata Nenden kepada wartawan Tirto.
Terlebih, mempekerjakan buzzer pada pemerintahan juga berisiko merugikan publik. Sebabnya, strategi dan gaya komunikasi pendengung akan dibawa dalam cara kerjanya di pemerintah.
Nenden menduga, kemungkinan strategi komunikasi pemerintah berubah lebih manipulatif dan tidak berpihak pada kepentingan publik. Dalam jangka panjang, langkah ini berdampak pada kebebasan berpendapat dan kebebasan pers, serta berpotensi menutup ruang diskusi publik yang sehat.
Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menilai pengangkatan staf khusus menteri tidak sesuai kompetensi adalah bentuk praktik pemborosan anggaran. Karena alokasi dana untuk posisi itu jadi tidak memberikan manfaat optimal untuk publik. Gaji, tunjangan, dan fasilitas yang mereka terima menjadi tidak sebanding dengan kontribusi yang diharapkan.
“Sebab mereka tidak memiliki keahlian atau pengalaman yang relevan dengan tugasnya,” kata Media kepada reporter Tirto.
Masalah tersebut berdampak buruk terhadap efektivitas kebijakan di kementerian. Bahkan, dalam beberapa kasus, staf khusus yang terafiliasi atau berlatar belakang politik, sering kali mengganggu jalannya pemerintahan dengan konflik kepentingan.
“Juga menjadi dalang jual beli jabatan di kementerian, yang semakin memperburuk efisiensi anggaran dan integritas pemerintahan,” sambung Media.
Di sisi lain, KomDigi menegaskan bahwa pengangkatan Rudi Valinka sudah sesuai kriteria. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, memastikan pelantikan Rudi Susanto alias Rudi Valinka sudah melewati pemeriksaan latar belakang atau background check. Dia menyebut, pemilihan Rudi juga melewati pemeriksaan CV dan telah memenuhi kualifikasi.
Nezar menilai kemampuan yang dimiliki Rudi untuk mengisi kursi staf khusus merupakan hal yang telah dipertimbangkan. Ia menyebut, Rudi merupakan orang yang terpilih dari sejumlah orang berminat untuk mengemban jabatan tersebut.
“Pak Rudi ini sudah meneken yang namanya pakta integritas dan menjaga integritas juga, menjalankan program Komdigi sejak dia menjadi stafsus, jadi dia sudah menempuh satu jalur karir baru sebagai staf khusus menteri,” kata Nezar, saat ditemui di Jakarta Selatan, pada Rabu (15/1/2025).
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Farida Susanty