tirto.id - Foto langit di Muaro Jambi yang merah viral di media sosial, baik Twitter, Facebook, maupun Instagram. Warganet menduga foto tersebut berkaitan dengan kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Jambi.
Foto tersebut menggambarkan sinar matahari tertutup asap tebal. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menulis di akun Twitter @InfoHumasBMKG peristiwa ini bisa dijelaskan secara ilmiah.
Berdasarkan hasil analisis citra satelit Himawari-8 pada 21 September di sekitar Muaro Jambi, tampak terdapat banyak titik panas dan sebaran asap yang sangat tebal. Asap dari kebakaran hutan dan lahan ini berbeda dari daerah lain yang juga mengalami kebakaran.
Wilayah lain pada satelit tampak berwarna cokelat, tetapi di Muaro Jambi menunjukkan warna putih yang mengindikasikan lapisan asap sangat TEBAL. Hal ini dimungkinkan karena kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah tersebut, terutama pada lahan-lahan gambut.
Tebalnya asap juga didukung tingginya konsentrasi debu partikulat polutan berukuran <10 mikron (PM10). Pada Minggu (22/9/2019) tengah malam di Jambi, pengukuran konsentrasi PM10 = 373,9 ug/m3, menunjukkan kondisi TIDAK SEHAT.
Jika ditinjau dari teori fisika atmosfer pada panjang gelombang sinar tampak, langit berwarna merah ini disebabkan adanya hamburan sinar matahari oleh partikel mengapung di udara yang berukuran kecil (aerosol), dikenal dengan istilah hamburan mie (Mie Scattering).
Mie scattering terjadi jika diameter aerosol dari polutan di atmosfer sama dengan panjang gelombang dari sinar tampak (visible) matahari. Panjang gelombang sinar merah berada pada ukuran 0,7 mikrometer.
Dari data BMKG, konsentrasi debu partikulat polutan berukuran <10 μm sgt tinggi di sekitar Jambi, Palembang, dan Pekanbaru. Akan tetapi, langit yg berubah merah terjadi di Muaro Jambi. Ini berarti debu polutan di daerah tersebut DOMINAN berukuran sekitar 0,7 μm atau lebih dengan konsentrasi sangat tinggi.
Selain konsentrasi tinggi, tentunya sebaran partikel polutan ini juga LUAS untuk dapat membuat langit berwarna merah. Mengapa dikatakan ukuran partikel bisa lebih dari 0.7 mikrometer? Ini disebabkan mata manusia hanya dapat melihat pada spektum visibel (0.4-0.7 mikrometer).
Pada 2015, di Palangkaraya juga pernah diberitakan beberapa kali mengalami langit berwarna oranye akibat karhutla, yang berarti ukuran debu partikel polutan (aerosol) saat itu dominan lebih kecil atu lebih halus (fine particle) daripada fenomena langit memerah di Muaro Jambi kali ini.
Senin (23/9/2019) pukul 11.47 WIB, kualitas udara di Jambi dinyatakan berada pada angka 299 atau Sangat Tidak Sehat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Sangat Tidak Sehat berarti tingkat kualitas udara dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.
Editor: Agung DH