Menuju konten utama

BMKG: Kualitas Udara Jambi, Palembang & Pekanbaru Masih Tak Sehat

BMKG melalui laman resminya mengatakan bahwa kualitas udara di Jambi, Palembang dan Pekanbaru tidak sehat bahkan berbahaya bagi kesehatan.

BMKG: Kualitas Udara Jambi, Palembang & Pekanbaru Masih Tak Sehat
Ilustrasi suasana pesisir Pantai Timur Sumatera yang diselimuti kabut asap di Kampung Laut, Kuala Jambi, Tanjungjabung Timur, Jambi, Rabu (4/9/2019). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.

tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui situs resminya mengatakan udara di Jambi, Palembang, dan Pekanbaru sempat memiliki konsentrasi PM10 datas Nilai Ambang Batas (NAB) tidak sehat yakni 350 μgram/m3 pada Minggu (22/09/2019).

Nilai ini membuat kualitas udara di ketiga kota tersebut masuk dalam zona hitam atau kualitas udara berbahaya.

Hal ini sebagai dampak dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatera yang sudah mencapai titik terburuk.

Menurut BMKG hingga pukul 08.00 WIB udara di wilayah Pekanbaru memiliki konsentrasi PM10 sebesar 516,36 μgram/m3. Kondisi ini menjadi lebih buruk dibanding pukul 04.00 WIB tadi yang mencapai 406,44 μgram/m3.

Di Jambi , rekor udara terburuk terjadi pada dini hari tadi yakni pada pukul 01.00 WIB dengan konsentrasi PM10 mencapai 373,91 μgram/m3. Hingga pagi ini pukul 08.00 WIB, konsentrasi PM10 di wilayah ini menurun, yakni mencapai 192,67 μgram/m3.

Sementara kondisi udara terburuk terdapat di kota Palembang dengan konsentrasi PM10 mencapai 579,43 μgram/m3 pada pukul 02.00 dini hari tadi. Data terakhir pukul 08.00 WIB konsentrasi PM10 menurun ke zona merah (tidak sehat) dengan angka 314,81 μgram/m3.

Konsentrasi udara buruk di ketiga kota ini mengakibatkan lumpuhnya aktivitas warga setempat. Kondisi ini bahkan menyebabkan fenomena langit yang tak biasa. Beberapa video yang diunggah warganet menunjukkan langit di salah satu kota di Sumatera berwarna merah pekat.

Dilansir dari Scientific America, langit berwarna merah disebabkan oleh adanya kandungan aerosol yang pekat di udara. Kandungan ini biasanya berasal dari kebakaran hutan, debu mineral, dan gunung berapi.

Peristiwa yang terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan beberapa minggu terakhir merupakan akibat dari karhutla. Asap dari bekas pembakaran ini mengandung molekul dan partikel kecil yang kerap disebut PM10.

PM10 sendiri merupakan istilah untuk partikel ringan berdiameter 10 mikrometer atau kurang yang menyebar di udara bersamaan dengan kabut asap. Partikel ini sangat kecil sehingga tidak ada bedanya dengan gas.

PM10 dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, khususnya pada sistem pernapasan. Ketika dihirup, partikel ini akan menembus jauh kedalam paru-paru yang akan mengakibatkan gangguan pernapasan, salah satunya ISPA.

WALHI bahkan menyebutkan, hingga 19 September lalu, setidaknya ada 149.433 jiwa yang menderita ISPA akibat peristiwa karhutla yang terjadi pada tahun ini.

Baca juga artikel terkait KASUS KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Nur Hidayah Perwitasari