Menuju konten utama

Penjara di Tangan Swasta

Pemerintah repot mengurus penjara. Di beberapa negara, swasta ikut ambil bagian mengurus penjara. Ada uang yang akan mengalir, tetapi ada syarat-syarat ideal yang harus dipenuhi juga. Di Indonesia, lapas cukup baik untuk menakuti orang-orang di luar penjara dengan kengerian di dalamnya. Beberapa lapas di Indonesia tercatat mengalami kelebihan kapasitas.

Penjara di Tangan Swasta
Petugas Kepolisian bersenjata lengkap berjaga di depan kamar tahanan ketika razia seluruh ruangan yang dihuni warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Pekanbaru, di Pekanbaru, Riau. ANTARA FOTO/Rony Muharrman

tirto.id - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dibuat untuk memberikan pembinaan. Sayangnya, tujuan tersebut seringkali tidak tercapai. Lapas sebagai tempat membina narapidana justru berubah menjadi sarang kejahatan. Simak bagaimana terpidana mati Freddy Budiman yang masih menjalankan bisnis narkobanya di LP Cipinang. Dari balik jeruji besi, Freddy yang divonis mati karena memiliki satu kontainer berisi 1,4 juta pil ekstasi dari Tiongkok itu terus mengendalikan jaringan bisnis narkobanya.

Tak hanya leluasa berbisnis, Freddy juga leluasa menyalurkan hasrat seksualnya di Lapas. Pada Juli 2013, kekasih Freddy, Vanny Rossyane membongkar adanya bilik asmara khusus untuk Freddy di LP. Freddy akhirnya dipindahkan ke Nusakambangan, setelah bisnis narkobanya di LP Cipinang terbongkar.

Freddy bukan satu-satunya narapidana yang gagal dibina di lapas. Pada tahun 2011, masyarakat dibuat terkaget-kaget oleh terungkapnya sel mewah Artalyta alias Ayin. Terpidana kasus penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan itu diketahui memiliki sel mewah berukuran 8 x 8 meter persegi di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu. Semua fasilitas ada di ruangan bernuansa pink milik Artalyta, mulai dari televisi hingga pendingin udara. Sel Artalyta lebih mirip kamar hotel ketimbang penjara.

Problematika Lapas Indonesia

Berdasarkan pasal 2 Undang-undang No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan diterapkan untuk membentuk warga binaan (narapidana) sebagai manusia seutuhnya. Kehadiran sistem pemasyarakatan sebagai pengganti sistem pemenjaraan diharapkan bisa membuat warga binaan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi perbuatannya lagi, sehingga dapat diterima masyarakat.

Dalam beberapa kasus, tujuan UU tersebut memang tercapai. Napi yang keluar dari lapas sadar jalan hidupnya salah, memperbaiki diri, dan berbuat positif di masyarakat. Sayangnya, banyak pula yang gagal dibina di lapas. Kasus Freddy Budiman dan Artalyta merupakan satu dari sekian contoh kegagalan pembinaan di lapas.

Di Indonesia, lapas cukup baik untuk menakuti orang-orang di luar penjara dengan kengerian di dalamnya. Orang akan membayangkan, jika dia masuk ke dalam penjara maka dia akan dipukuli satu sel ramai-ramai di hari pertama, dapat jatah makanan tak bergizi, ruang lembab kadang juga pengap, belum lagi bullying, dan kejahatan seksual.

Bagaimana mungkin kebaikan bisa lahir di tempat tak beradab itu? Bimbingan dan konseling untuk para napi pun tak akan berguna.

Kegagalan pembinaan memang bisa muncul di tengah banyaknya masalah pengelolaan lapas di Indonesia. Banyak masalah yang muncul mulai dari bangunan tidak memadai, penjagaan yang minim, kurangnya penjaga hingga masalah kelebihan kapasitas.

Beberapa lapas di Indonesia tercatat mengalami kelebihan kapasitas. Menurut Sistem Database Pemasyarakatan, hanya sedikit provinsi saja yang tidak melebihi kapasitas. Seperti Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Gorontalo, Yogya dan Bengkulu. Di Jakarta, kelebihan kapasitas lapas mencapai 172 persen, Kalimantan Selatan 197 persen, Riau 185 persen, dan Sumatera Utara 150 persen.

Di Indonesia, barangkali untuk urusan penjara, sekali pemerintah tetap pemerintah. Negara harus dominan untuk urusan hukum. Di luar negeri, pemerintah membuka diri atas masalah mereka. Di luar negeri tak hanya rumah sakit, sekolah dan perusahaan air saja yang swasta tapi juga pengelola penjara.

Bisnis Penjara di Luar Negeri

Indonesia tidak sendiri dalam menghadapi peliknya penanganan lapas. Banyak pemerintah yang mulai kewalahan sehingga memilih menyerahkan masalah penanganan lapas ke swasta.

Amerika Serikat merupakan negara pertama yang punya penjara swasta. Penjara ini pertama kali dibuka pada 1984 di Houston, Texas. Corrections Corporation of America (CCA) adalah pengelola terbesar dari penjara-penjara swasta di Amerika Serikat. CCA didirikan Thomas W Beasley, Robert Crants dan Terrell Don Hutto. Beasley pernah menjadi Ketua Partai Republik di Negara Bagian Tennessee.

CCA tumbuh menjadi perusahaan besar. Menurut Andy Kroll dalam artikelnya This Is How Private Prison Companies Make Millions Even When Crime Rates Fall di motherjones.com edisi 19 September 2013, CCA dinyatakan untung besar pada 2013. CCA bahkan mendapat tender dari 48 gubernur negara bagian di Amerika Serikat untuk menerima napi.

Selain Amerika, ada Australia yang juga memiliki penjara swasta.

Penjara swasta di Australia, pertama kali muncul di Negara bagian Queensland pada tahun 1990. Hingga kini terdapat belasan penjara swasta di Australia yang tersebar dari di negara bagian Queensland, New South Wales (NSW), South Australia, dan Victoria.

Dengan adanya penjara swasta, pemerintah tidak perlu pusing lagi dengan masalah kepegawaian. "Jadi lebih efisien," kata John van Groningen, komisioner Badan Koreksi dari Departemen Kehakiman Negara Bagian Victoria.

"Penjara di NSW haus reformasi," kata David Elliot yang menjabat Menteri Pemasyarakatan. Penjara yang selama ini dikelola negara dianggap gagal olehnya. "Penjara-penjara telah gagal menekan angka pelanggaran di dalam penjara karenanya, pemerintah NSW akan menerapkan tender yang kompetitif."

Di New South Wales, penjara swasta tumbuh sebagai bisnis baru seiring meningkatnya jumlah napi dari tahun 2014-2015. Menurut Data dari Biro Pusat Statistik Australia, jumlah napi naik hingga 12 persen selama periode tersebut.

Lain lagi dengan Belanda yang justru menyewakan lapas karena rendahnya jumlah napi. Turunnya angka kriminalitas membuat lapas-lapas di Belanda kosong.

Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kehakiman Belanda pada Senin 21 Maret 2016, angka kejahatan di Belanda turun 0,9 persen setiap tahun. Hal ini menyebabkan sepertiga dari 13.500 sel di seluruh Belanda tak terisi. Sedikitnya 8 penjara akan benar-benar ditutup karena tidak ada tahanan. Jika penjara tak terisi ini dibiarkan, maka pemerintah akan rugi. Karena Anggaran untuk penjara kosong itu bisa dialihkan ke sektor yang lain.

Pemerintah Belanda "menyewakan" penjaranya untuk Belgia dan Norwegia. Ada sebanyak 300 narapidana asal Belgia ditahan di LP Tilberg. Sementara itu, 240 narapidana asal Norwegia ditampung di LP Nogerhaven, di kota Drenthe. Promosi atas penjara kosong tadi bisa menambah pemasukan Belanda. Penjara pun jadi bisnis.

Meski dianggap solusif bagi beberapa pihak, tetap saja penjara swasta bukan tanpa cela. Di sebuah penjara swasta di Selandia Baru, sebagian napi mengelompokkan diri sehingga timbul perselisihan. Napi bahkan ada yang mengunggah video perkelahian ke media sosial.

Penjara swasta yang dikelola CCA juga bukan tanpa masalah. Mei 2012, para napi membuat kerusuhan dengan melukai dan menyandera petugas penjara swasta di salah satu penjara mereka di Natchez, Negara Bagian Mississippi. Pada 13 September 2015, terjadi juga perkelahian antar napi di penjara mereka di Cushing, Negara Bagian Oklahoma.

Memanusiakan Napi

Meski dikelola oleh swasta, lapas harus memenuhi standar internasional. Idealnya, sebuah penjara haruslah sesuai dengan Aturan Minimum Standar tentang Penanganan Tahanan yang diadopsi oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa yang Pertama tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan Pelaku Kejahatan, Jenewa, 1955. Aturan itu disetujui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial melalui Resolusi 663 C (XXIV) tertanggal 31 Juli 1957 dan Resolusi 2076 (LXII) tertanggal 13 Mei 1977.

Banyak hal yang harus diperhatikan dan diwujudkan untuk membuat sebuah penjara yang beradab. Sebuah penjara harus ada pemisahan. Pemisahan itu berdasarkan kategori jenis kelamin, usia, catatan kriminal, alasan hukum penahanan. Narapidana kasus perdata pun seharusnya dipisahkan dengan kasus pidana.

Soal ruangan, tempat tidur napi berupa sel-sel atau ruangan-ruangan individual. Masing-masing tahanan pada malam hari menempati satu sel atau ruangan sendirian.

Jika pun harus berupa bangsal, maka para napi itu sudah diseleksi secara cermat. Ruang tidur para napi pun haruslah sesuai dengan persyaratan kesehatan, dengan memperhitungkan secara semestinya kondisi iklim dan, terutama, kandungan udara dalam ruangan, luas lantai minimum, pencahayaan, penghangat ruang, dan ventilasi. Untuk urusan sanitasi pun harus memadai, agar napi bisa buang hajat dengan nyaman, bersih dan layak.

Napi punya hak untuk tampil rapi. Alat cukur dan waktu untuk mencukur rambut dan jenggot pun harus diadakan pula. Kepercayaan diri seseorang harus dijaga, termasuk dalam hal penampilan.

Tentu saja pakaian tahanan tak boleh pakaian pribadi yang dibawa sendiri oleh Napi. Pakaian harus cocok untuk iklim dan sehat bagi tubuh. Pakaian tersebut sama sekali tidak boleh merendahkan martabat atau menimbulkan perasaan hina si Napi. Mereka diberi beberapa potong baju untuk ganti agar higenis. Sesuai aturan internasional, setiap napi berhak mendapatkan tempat tidur yang layak, bukan menyewa dari pihak penjara. Makanan pun juga harus bergizi dan disajikan dengan layak.

Selama dipenjara pun, tahanan diharuskan tinggal atau bekerja. Tak bolah ada yang bisa keluar-masuk seperti Gayus Tambunan. Napi yang tidak bekerja di ruang terbuka harus diberi setidaknya satu jam untuk olahraga di ruang terbuka dalam areal penjara, jika cuaca memungkinkan. Jika perlu penjara menyediakan alat olahraga juga.

Tentu saja pihak swasta yang mengelola penjara harus memikirkan bagaimana penyediaan tenaga sipir untuk menjaga napi. Pihak penjara swasta itu juga harus memiliki program yang membimbing para napi agar bisa hidup normal setelah mereka keluar dari penjara.

Lalu di mana Negara? Negara tetap mengawasi penjara swasta yang sudah dapat anggaran dari pemerintah. Negara harus tetap memantau keselamatan para napi. Jika ada napi kabur, dianiaya, atau bahkan meninggal, negara yang bertanggung jawab. Artinya negara tidak tinggal diam saja. Hanya berbagi kerja dengan pihak swasta saja.

Baca juga artikel terkait LAPAS atau tulisan lainnya

tirto.id - Hukum
Reporter: Petrik Matanasi