Menuju konten utama

Penipuan Saat Harbolnas Karena Perlindungan Konsumen Online Ringkih

Perlindungan hukum bagi konsumen daring belum memadai. Itu sebabnya kenapa kerap terjadi penipuan saat Harbolnas.

Penipuan Saat Harbolnas Karena Perlindungan Konsumen Online Ringkih
Ilustrasi belanja e-book. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan masyarakat agar berhati-hati ketika berbelanja daring. Agus Sujatno, Sekretaris YLKI, mengatakan ini satu hari sebelum Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas.

Kepada reporter Tirto, Selasa (11/12/2018), Agus mengatakan saat Harbolnas kerap terjadi pengelabuan. Biasanya yang terjadi adalah harga produk dinaikkan terlebih dulu sebelum didiskon, padahal justru diskonlah yang membedakan Harbolnas dengan hari-hari lain. Pada hari itu biasanya diskon akan sangat besar.

"Sehingga nilai diskon menjadi tidak berarti," kata Agus.

Apa yang dikatakan Agus memang benar-benar terjadi. Tahun lalu, pada salah satu situs jual beli daring, ada penjual yang menawarkan Xiaomi Redmi Note 4X seharga Rp2,1 juta setelah didiskon 80 persen. Artinya, harga aslinya diklaim sekitar Rp10 jutaan, padahal sebetulnya ponsel tersebut harga aslinya memang Rp2 jutaan.

Sementara tahun 2015, pada situs yang sama, ada training pants untuk bayi yang diklaim dijual dengan diskon 100 persen—jelas itu tak mungkin.

YLKI punya data aduan masyarakat terkait belanja daring, dan itu selalu naik sejak 2015 meski tak melulu berkaitan dengan penipuan soal harga atau diskon aneh.

Pada 2015, aduan belanja daring hanya menempati posisi ke-7 dari seluruh aduan yang YLKI terima. Setahun setelahnya naik jadi peringkat ke-3, dan bahkan menduduki posisi teratas tahun lalu atau setara 24 persen dari total aduan.

Sementara pada tahun ini, kata Agus, belum ada jumlah pasti. "Untuk tahun 2018 [pengaduan] belanja online juga cukup banyak. Tetapi kami belum merekapitulasi. Akhir tahun YLKI baru akan launching 10 besar pengaduan yang masuk."

Banyaknya aduan disebabkan karena hukum yang melindungi pembeli daring belum memadai, kata Agus. Memang sudah ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun beleid ini tak spesifik memberi perlindungan kepada mereka yang belanja dari toko daring.

Ada pula Undang-Undang ITE yang di dalamnya terdapat klausul mengenai transaksi elektronik. Namun, lagi-lagi, hal itu dirasa tak cukup.

"Ini [regulasi belanja daring] jadi tugas pemerintah agar hadir kepastian hukum bagi konsumen," ujarnya. Dan yang harus mengemban tugas itu adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Perdagangan.

YLKI telah beberapa kali diundang untuk dimintai pendapatnya, tapi kata Agus belum ada hasil.

"Jangan sampai setelah korban berjatuhan, baru ada payung hukum yang memadai," pungkas Agus.

Agar tak kena tipu, perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Andy Nugroho, mengimbau masyarakat tidak gegabah. Perhatikan betul saat hendak berbelanja. Cek harga dasarnya, lalu bandingkan pada situs lain.

"Apalagi kalau kita hanya berfokus cari yang paling murah tanpa memperhatikan dengan saksama spesifikasi barang atau kewajaran harga," ujarnya kepada reporter Tirto.

Selain itu, Andy mengatakan sebaiknya konsumen tetap membeli barang-barang yang dibutuhkan saja.

"Dan bila hendak belanja dengan kartu kredit, ingat bahwa persentase utang maksimal 30 persen dari pengeluaran kita," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait HARBOLNAS atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino