tirto.id - Pemerintah menyatakan kendaraan taksi online yang tidak memenuhi standar kelayakan keamanan dan perlindungan konsumen tidak akan langsung ditindak hukum. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menerapkan operasi simpatik sepanjang 1-5 Februari 2018.
Operasi tersebut adalah permulaan dari penerapan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Kementerian Perhubungan, Syafrin Liputo, menjelaskan taksi online yang kedapatan belum memenuhi ketentuan legalitas yang berlaku di Permenhub No. 108/2017 oleh aparat kepolisian lalu lintas akan diberi peringatan dahulu.
"Setelah itu, mulai 16 Februari, baru ada penegakkan hukum dengan pemberian tindak pidana ringan," ujar Syafrin dalam acara Forum Group Discussion (FGD) di Jakarta, Jumat (26/1/2018).
Pengawasan oleh pihak kepolisian akan dilakukan dangan memperhatikan stiker tanda status kendaraan taksi online. Tanda ini diberikan jika kendaraan tersebut lolos perizinan. "Tentu ada mekanisme cara penindakan. Tentu dilakukan pemberhentian kendaraan secara sampling," jelas Syafrin.
Mekanisme selanjutnya yakni survei dengan metode penyamaran. Pihak Kemenhub akan menyamar menjadi penumpang untuk bertugas menangkap pengemudi yang belum berizin. Kata Syafrin, cara ini sudah pernah dilakukan oleh Kemenhub pada tahun 2015 silam.
Pemerintah menetapkan larangan memberikan akses aplikasi kepada mitra penyelenggara aplikasi seperti GO-JEK, Uber, atau Grab yang tidak mendaftarkan diri secara sah sebagai taksi online.
"Jika melanggar tentu ada tindakan terhadap operasional mereka. Yang bisa menindak itu Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi)," terang Syafrin.
Menurut Syafrin sudah ada pembahasan terkait hal tersebut dan ketiga operator telah menyatakan persetujuannya. Kemenkominfo sedang menyusun informasi dasbor digital untuk masing-masing operator karena domainnya di sana.
"Itu dipegang juga oleh Kemenhub. Sehingga penindakkannnya bisa langsung dan ada bukti aktual soal pelanggaran," tambahnya.
Hingga saat ini baru ada 878 taksi online di wilayah Jabodetabek yang telah didaftarkan dan memenuhi syarat beroperasi. Sementara itu total kuota kendaraan yang diberikan sebanyak 36.510. Ada anggapan bahwa penyebabnya yakni akibat pengendara taksi online tidak mau kendaraannya dialih nama menjadi milik badan usaha.
Syafrin mengatakan taksi online itu harus dinaungi oleh badan hukum tapi bukan dari pihak penyedia aplikasi karena statusnya hanya operator.
Badan hukumnya meliputi beberapa bentuk, yakni Perseroan Terbatas (PT), BUMN/BUMD, atau koperasi. Aturan balik nama atas nama PT ada di dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas, jelas Syafrin.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Akhmad Muawal Hasan