tirto.id - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengaku keberatan dengan rencana Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, yang bakal menaikkan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita dari Rp14 ribu menjadi Rp15 ribu. Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, pun mengklaim tidak bisa berbuat apa-apa karena penetapan harga minyak goreng bersubsidi merupakan domain pemerintah.
"Betul sekali [keberatan],” kata Sahat kepada Tirto, Kamis (11/1/2024).
Sebelumnya, Sahat juga mengakui produsen tidak akan berdampak pada kenaikan harga MinyaKita. Hal ini merujuk pada harga basis crude palm oil (CPO) yang masih Rp11.200.
“Dari produsen, itu tidak ada harga kenaikan karena harga basis CPO-nya masih di situ situ saja, masih Rp 11.200. Enggak ada kenaikan [ongkos produksi],” kata Sahat.
“Itu bukan diproduksi, itu di trading di jalan itu, karena di kita enggak ada naiknya, harga CPO itu masih Rp 11.200. Nah produsen nggak tahu menahu trading kan,” tambah Sahat.
Untuk diketahui, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mewacanakan untuk menaikkan harga ecer tertinggi (HET) MinyaKita dari Rp14 ribu menjadi Rp15 ribu. Rencana kenaikan ini masih melihat evaluasi yang akan dilakukan Kemendag pada akhir Februari 2024.
Sementara itu sepanjang 2023, dalam keterangan Mendag, program minyak goreng rakyat berhasil disalurkan sebanyak 3,26 juta ton dengan komposisi 64 persen masih curah dan MinyaKita sebesar 36 persen.
"Minyak Kita yang digunakan ini sudah disalurkan ke 34 provinsi. Upaya stabilisasi minyak goreng dan bahan pokok lainnya sepanjang 2023 turut menentukan meredamnya laju inflasi," kata Zulhas.
Dalam menjaga keseimbangan harga minyak dan komoditas lain, Kemendag akan melakukan pemantauan langsung ke pasar dan pada Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP). Zulhas klaim dirinya sudah rajin turun langsung ke pasar-pasar guna memastikan harga kebutuhan pokok stabil.
"Kita pantau secara intensif melalui sistem SP2KP di 679 pasar di 503 Kabupaten/Kota, jadi kalau ada pos yang terlambat kita koordinasi masalahnya apa kemudian kita antisipasi," kata Zulhas.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Intan Umbari Prihatin