Menuju konten utama

Penggusuran di Kolong Tol Kalijodo Dibongkar Besok

Pemkot Jakarta Utara akan menggusur bangunan semi permanen di kolong tol Kalijodo. Penggusuran sempat tertunda pada hari ini karena ada acara kunjungan Presiden Joko Widodo di Penjaringan.

Penggusuran di Kolong Tol Kalijodo Dibongkar Besok
Warga melintas diantara bangunan semi permanen di Kolong Jalan Tol Teluk Intan, Jakarta, Selasa (13/6). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Bangunan semi permanen di Kolong Tol Pluit-Tomang, Jalan Kepanduan I, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara akan digusur besok, Rabu (14/6/2017) atau tepat 19 hari puasa Ramadan. Kolong Tol itu hanya berjarak sekitar 100 meter dari RPTRA Kalijodo.

Penggusuran akan dipimpin langsung Walikota Jakarta Utara, Wahyu Haryadi. Rencananya sebelum eksekusi, akan dilakukan apel persiapan terlebih dahulu jam 06.00. Apel tersebut berlokasi di Jalan Kepanduan II. Penggusuran akan melibatkan aparat Satpol PP, Polri, dan TNI.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jupan Royter mengungkapkan, harusnya penggusuran dilakukan hari ini. Namun terpaksa harus ditunda karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) lakukan pembagian 200 paket sembako di Jalan Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara.

"Seharusnya tadi pagi. Tapi karena ada acara RI 1 di Penjaringan, jadi enggak jadi," kata Jupan saat berbincang dengan reporter Tirto, Selasa (13/6/2017).

Jupan menegaskan bahwa dia telah menyiapkan pasukannya sejumlah 500 personil. "Nanti gabung sama Polisi dan TNI. Tapi aku enggak tahu jumlah gabungannya. Aku siapin anggota aja," ungkapnya.

Kepada reporter Tirto, Camat Penjaringan, Muhammad Andri sempat menjelaskan, hingga saat ini ada lahan sepanjang 800 meter dan lebarnya sekitar 60 meter, ditempati warga dengan bangunan semi permanen.

Di kolong Tol tersebut terdapat 16 bangunan yang dipergunakan untuk kafe. Sebagian kafe tersebut masih dalam proses pembangunan. Selain minuman keras, kafe difasilitasi perempuan penghibur.

“Mereka buruh, pedagang, ada juga yang pengusaha. Pengusaha kafe-kafe. Itu yang punya kafe kan enggak tinggal di situ, dia cuma mendirikan saja,” kata Andri saat berbincang dengan reporter Tirto, Jakarta, Selasa (6/6/2017).

Orang-orang yang tinggal di situ, sebagian merupakan warga korban gusuran Kalijodo. Karena mereka ditimpa kesulitan ekonomi saat tinggal di Rusunawa Marunda, warga tersebut kembali ke Kalijodo untuk tinggal di Kolong Tol.

Sebagian lainnya ialah warga yang dulunya tinggal di Kalijodo namun hanya mengontrak rumah. Maka dari itu mereka tidak mendapatkan hak untuk tinggal di Rusunawa. Selain itu, ada juga warga pendatang baru.

“Mereka lebih senang di situ karena enggak bayar. Mereka nyuri listrik itu. Mereka sebenarnya mah sudah ngerti kalau itu dilarang,” tuturnya.

Bagi Andri, warga yang tinggal di situ hidup dalam lingkungan yang tak sehat. Selain itu keberadaan mereka rentan mengganggu aktivitas tol, misalnya jika tiba-tiba terjadi kebakaran. “Kami sudah persuasif, pendekatan untuk alih profesi. Kita urusin, mereka juga enggak mau,” ungkap dia.

Pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh Supardjo, salah satu petugas Satpol PP yang berjaga di sekitar RPTRA Kalijodo. Suparjo mengatakan bahwa, prostitusi di kolong Tol Pluit-Tomang beroperasi setelah pukul delapan malam sampai menjelang subuh. Tapi menurutnya, tidak ada Pekerja Seks Komersial (PSK) yang mangkal di pinggir jalan.

“Itu sudah dari setahun yang lalu ada bedeng-bedeng seperti itu. Warung-warung remang-remang. Ceweknya sih di dalam. Makanya kami hanya bisa merazia kalau ada perintah,” kata Supardjo kepada reporter Tirto, Selasa (6/6/2017).

Warga Tuntut Hak Ganti Rugi

Yanto, warga di Kolong Tol Pluit-Tomang kekeuh bertahan tinggal di bangunan semi permanen. Dia hanya mau dipindahkan dari Kolong Tol itu jika Pemprov DKI Jakarta mau memberikan ganti rugi.

“Harusnya ya kami ini diberi ganti rugi. Bukan digusur begitu saja. Sudah begitu lahannya mana ada dibuat Ruang Terbuka Hijau. Enggak ada tuh taman-taman. Adanya malah bangunan dengan logo Sinarmas. Malah dijual ke perusahaan. Coba cek itu, Bang,” kata Yanto kepada reporter Tirto.

Sementara La Ode yang juga warga Kolong Tol menyebut ganti rugi bukan hanya perkara uangnya. Melainkan, itu bukti bila pemerintah masih menganggap mereka sebagai manusia yang butuh modal untuk hidup.

“Memangnya enggak sengsara diusir-usir dan disuruh pindah tapi enggak dikasih ongkos. Mereka pikir kami apa?” ungkap La Ode.

Baca juga artikel terkait KALIJODO atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana, M. Ahsan Ridhoi & Andrian Pratama Taher
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Agung DH