Menuju konten utama

Penggeledahan KPK di Kutai Kartanegara Guna Cari Bukti Baru

KPK melakukan penggeledahan di sejumlah kantor dinas Pemkab Kutai Kartanegara untuk mencari bukti-bukti baru terkait kasus penerimaan suap dan gratifikasi yang menjerat Bupati Rita Widyasari.

Penggeledahan KPK di Kutai Kartanegara Guna Cari Bukti Baru
Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. FOTO/ANTARA NEWS.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di sejumlah tempat usai penetapan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebagai tersangka penerima suap sekaligus gratifikasi baru-baru ini.

Sejak Rabu (27/9/2017) hingga hari ini Kamis (28/9/2017), KPK menggeledah sejumlah kantor dinas di Kabupaten Kutai Kartanegara. Penggeledahan itu untuk keperluan pengembangan perkara tersebut dan mencari bukti-bukti baru.

Di kasus ini, pemberi suap sudah menjadi tersangka. Tapi, KPK belum menetapkan tersangka pemberi gratifikasi. Penggeledahan sejumlah kantor dinas di Kutai Kartanegara membuka spekulasi para bawahan Rita terlibat di kasus ini.

Tapi Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan masih enggan memastikan bahwa penggeledahan itu menemukan bukti bahwa para kepala dinas di Kutai Kartanegara juga ikut memberikan gratifikasi kepada Rita.

"Apakah kepala dinasnya terlibat atau tidak? Kami masih belum bisa mengumumkan," kata Basaria di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, padak Kamis (28/9/2017).

Dia melanjutkan, "Gratifikasi ini tentu ada pihak yang memberikan kepada KHR (Khairudin) dan RIW (Rita Widyasari)."

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah membenarkan saat ini tim Komisi masih terus melakukan penggeledahan di Kutai Kartanegara untuk mencari bukti-bukti tambahan.

Dia juga menjelaskan, terkait perkara gratifikasi, setiap pejabat negara harus melaporkan kepada KPK tentang adanya pemberian paling lambat 30 hari setelah menerimanya. Ketentuan itu ada di Pasal 12B UU Nomor 31/1999 Jo UU No 20/2001 tentang Tipikor. Apabila tidak dilaporkan, gratifikasi itu bisa dianggap sebagai suap.

Di kasus ini, menurut dia, penyidik KPK berfokus pada pembuktian penerimaan gratifikasi. Setelah ada bukti penerimaan itu terkait jabatan penerima atau tidak, KPK mendalami indikasi konflik kepentingan terkait jabatan.

"Nanti di persidangan akan dilakukan pembuktian terbalik (Rita membuktikan asal-usul duit yang diterimanya)," kata Febri.

KPK menetapkan tiga orang tersangka di kasus ini, yakni Bupati Rita Widyasari, Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin.

Bupati Rita diduga menerima hadiah atau janji berupa uang Rp6 miliar dari Hery Susanto Gun. Suap itu untuk izin lokasi inti dan plasma Perkebunan Kelapa Sawit bagi PT Sawit Golden Prima. Lokasi perkebunan itu di Desa Kupang Baru, Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Atas dugaan itu, Rita disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Hery Susanto Gun, sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Selain itu, Bupati Rita juga diduga bersama-sama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya serta berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Mereka diduga menerima gratifikasi uang sebesar USD775 ribu atau Rp 6,975M.

Berkaitan dengan penerimaan gratifikasi ini, Rita dan Khairuddin disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI BUPATI KUTAI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom