Menuju konten utama

Pengertian Cara Berpikir Kritis dan Metode Menanamkannya pada Anak

Berikut ini adalah pengertian cara berpikir kritis dan cara atau metode menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.

Pengertian Cara Berpikir Kritis dan Metode Menanamkannya pada Anak
Ilustrasi Berpikir Kritis. foto/istockphoto

tirto.id - Berpikir kritis (critical thingking) merupakan proses dimana segala pengetahuan dan keterampilan yang dikerahkan dalam memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul, serta melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data atau kesimpulan yang diinginkan.

Sementara itu menurut Jensen, seperti yang dikutip dari laman Kepegawaian Universitas Medan Area, berpikir kritis ialah proses mental yang efektif dan juga andal, yang dipergunakan dalam mengejar pengetahuan yang relevan sekaligus sahih mengenai dunia.

Dilansir dari Modul Belajar Mandiri Calon Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), berikut merupakan elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis:

  1. Focus: Mengidentifikasi masalah dengan baik.
  2. Reason: Alasan-alasan yang diberikan bersifat logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang telah ditentukan dalam permasalahan.
  3. Inference: Jika alasan yang dikembangkan adalah tepat, maka alasan ini harus cukup sampai pada kesimpulan yang sebenarnya.
  4. Situation: Membandingkan dengan situasi yang sebenarnya.
  5. Clarity: Harus ada kejelasan istilah maupun penjelasan yang digunakan pada argument sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengambil kesimpulan.
  6. Overview: pengecekan terhadap sesuatu yang telah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan.

Metode Menanamkan Berpikir Kritis Sejak Dini pada Anak

Menumbuhkkan kemampuan berpikir kritis pada anak usia Sekolah Dasar (SD) dan remaja memang membutuhkan cara yang tepat supaya orang tua atau guru mampu mengajarkannya kepada anak.

Melansir dari laman Jelita Kemdikbud, berikut merupakan cara atau metode menumbuhkan kemampuan berpikir kritis:

1. Pahami bahwa Tiap Anak Bisa Berpikir Kritis

Tanamkan kepada diri sendiri, khususnya bagi orang tua dan guru, bahwa tiap anak memiliki kesempatan untuk mengatakan pada dirinya ‘dia mampu’ atau ‘dia bisa’.

Selain itu, yakni bahwa tiap kemampuan itu membutuhkan proses. Lebih tepatnya, proses untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu.

Sebab, memasukkan pikiran ‘aku mampu’ kepada anak khususnya usia SD dan remaja memang bukan hal yang mudah karena latar belakang mereka yang beragam.

Oleh karena itu, guru harus peka dan jeli terhadap hal itu dan tidak bisa menymaratakan kemampuan semua anak.

2. Tanamkan Rasa Percaya Diri pada Anak

Tumbuhkan rasa percaya diri anak melalui kemampuan yang dimiliki oleh anak untuk selalu berpikir kreatif dan kritis.

Kuncinya, guru harus menghargai setiap keunikan anak dan mampu memaksimalkan kemampuan anak melalui keunikannya (potensinya) masing-masing.

Hal ini pun berlaku sama bagi orang tua. Tak semua hal yang dapat dilakukan oleh orang tua juga harus dapat dilkukan oleh anak-anaknya. Sebab, perbedaan zaman menguatkan dan sangat memengaruhi hal ini.

Dengan memahami perbedaan, termasuk perbedaan antara minat dan kemampuan antara orang tua dan anak-anaknya merupakan sebuah kebijaksanaan.

3. Beri Fasilitas Anak untuk Berpikir Kritis

Memberi fasilitas anak dengan berbagai media yang dapat merangsang kemampuan berpikir kritisnya.

Hal ini bisa dilakukan oleh guru dengan memberikan soal-soal cerita ke muridnya, disertai berbagai informasi lengkap di dalamnya sebagai jawaban-jawaban yang menuntut murid untuk mencari dengan sabar, berulang, dan jeli.

Poin utama pada cara ini ialah membekali anak-anak dengan kemampuan literasi yang baik atau membiasakan anak untuk mandiri sejak dini dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang ada disekitarnya.

4. Beri Pertanyaan yang Kritis pada Anak

Usahakan untuk kerap bertanya ke anak dengan pertanyaan ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’. Melalui pertanyaan ‘mengapa’ itu akan menuntut mereka untuk memiliki banyak referensi atau bacaan.

Sementara itu, pertanyaan ‘bagaimana’ menuntut mereka untuk menelusuri berbagai kejadian sebelumnya yang bisa memengaruhi adanya kejadian-kejadian yang dihadapi saat ini.

Kedua pertanyaan tersebut membuat anak untuk berusaha mengontruksi pengetahuan-pengetahuan yang didapat dan peristiwa-peristiwa yang sedang dialaminya.

Hal ini berguna bagi anak dalam merumuskan solusi untuk menghadapi permasalahan yang akan didapatkannya di kemudian hari.

Baca juga artikel terkait CRITICAL THINKING atau tulisan lainnya dari Yunita Dewi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yunita Dewi
Penulis: Yunita Dewi
Editor: Maria Ulfa