Menuju konten utama

Pengamat: Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg Diserahkan ke Parpol

Pangi mengatakan, apabila persyaratan larangan mantan napi koruptor berada di parpol maka KPU tidak perlu berhadapan langsung dengan caleg.

Pengamat: Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg Diserahkan ke Parpol
Pangi Syarwi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Center. tirto.id/Rangga

tirto.id - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif di Pemilihan Legislatif 2019 menuai polemik pro dan kontra.

Atas dasar itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menyarankan, sebaiknya larangan tersebut diserahkan kepada partai politik dengan membuat aturan dan syarat yang ketat untuk calon legislatifnya.

"Jalan tengah yang bisa dilakukan adalah larangan `nyaleg` mantan napi korupsi diserahkan saja kepada parpol untuk membuat peraturan dan syarat menjadi caleg," kata Pangi di Jakarta, Sabtu (2/6/2018), seperti dikutip Antara.

Menurut Pangi, apabila persyaratan larangan mantan napi koruptor berada di parpol maka KPU tidak perlu berhadapan langsung dengan caleg karena “bola panas” ada di tangan parpol.

"Sekarang KPU berhadapan langsung dengan aktor individu dan elit parpol. Namun kalau bicara sense of politics, KPU tidak perlu khawatir karena opini masyarakat mendukung kebijakan tersebut," ujarnya.

Pangi menegaskan, ada dua sisi yang berbeda dalam menilai polemik aturan mantan napi koruptor mencalonkan diri sebagai caleg. Pertama, adanya perdebatan soal HAM karena hak politik setiap warga negara memilih dan dipilih.

"Namun di sisi lain, biarkan pengadilan yang mencabut hak politik mereka, misalnya dicabut hak politik seumur hidup maka selama itu tidak punya hak memilih dan dipilih," ujarnya.

Kendati demikian, Pangi mendukung langkah KPU karena berusaha menyaring orang-orang terbaik untuk berlaga di Pileg 2019.

Terkait dengan larangan tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memberikan alasan. Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan menyatakan, larangan itu dibuat untuk mendorong terciptanya penyelenggaraan negara yang bersih.

Wahyu mengatakan, KPU akan tetap mencantumkan larangan itu dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan di Pemilu 2019. Aturan itu saat ini masih berupa draf dan tengah dibawa dalam rapat konsultasi dengan DPR RI.

"Kami akan mendorong penyelenggaraan negara yang bersih. [Rentan digugurkan] tidak apa-apa, kan kami berjuang gitu," ujar Wahyu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/4/2018).

Wacana pelarangan muncul setelah melihat beberapa calon kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi saat proses Pilkada 2018 berjalan.

Peraturan ihwal pencalonan bakal anggota legislatif telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 240 beleid itu menyebutkan, bakal caleg harus tidak pernah dipenjara berdasarkan putusan inkracht dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih, kecuali telah terbuka mengaku kepada masyarakat.

UU Pemilu tidak tersurat melarang bekas terpidana kasus korupsi menjadi caleg.

"Kami menyadari dalam UU kan jelas yang kategori kejahatan luar biasa hanya dua: pedofil dan narkoba. Koruptor tidak termasuk, tapi kami buat terobosan bahwa koruptor juga kejahatan luar biasa yang perlu mendapat perlakuan khusus," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto