Menuju konten utama

Pengacara Pemerintah Yakin Hakim Abaikan Kesaksian Ahli Eks-HTI

Tim kuasa hukum Kemenkumham optimistis majelis hakim PTUN akan menolak gugatan pihak Eks-HTI.

Pengacara Pemerintah Yakin Hakim Abaikan Kesaksian Ahli Eks-HTI
(Ilustrasi) Kuasa Hukum Hizbut Tahrir Indonesia Yusril Ihza Mahendra bersama Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto berjalan usai mengikuti sidang perdana pengujian UU Ormas, Jakarta, Rabu (26/7/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Kuasa Hukum Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), I Wayan Sudirta optimistis hakim sidang gugatan eks-HTI mengabaikan kesaksian para ahli yang diajukan oleh pihak penggugat.

Dia menilai keterangan saksi ahli, yang diajukan oleh eks-HTI pada sidang lanjutan gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Menkumham tentang pencabutan pengesahan pendirian perkumpulan HTI, sama sekali tidak menggugurkan 86 bukti yang diajukan oleh Kemenkumham.

Dalam sidang perkara ini, Kemenkumham mengajukan 86 bukti aktivitas HTI mengancam kedaulatan negara. Sebagian bukti itu berupa rekaman orasi kampanye gagasan khilafah dalam kegiatan organisasi ini yang memuat gagasan menggantikan Pancasila sebagai dasar negara. Misalnya, pada acara HTI di Gelora Bung Karno dan kampus Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sementara pada sidang hari ini, eks-HTI mengajukan dua saksi ahli. Keduanya ialah Daud Rasyid sebagai ahli hukum syariah dan politik Islam dan M. Hazbullah yang merupakan ahli sejarah dan sosialogi Islam.

"Kalau ini (86 bukti) tidak bisa dipatahkan, SK ini dipertahankan. Artinya gugatannya tidak dikabulkan (oleh hakim). Tanpa mendahului keputusan hakim, kalau begini ahli-ahli dan saksi-saksinya, enggak akan menggoyahkan SK Kemenkumham yang mencabut keberadaan organisasi HTI," kata Wayan usai persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, pada Kamis (8/2/2018).

Wayan mencontohkan saksi ahli Daud Rasyid tidak banyak berkomentar mengenai permintaan konfirmasinya mengenai bukti-bukti yang diajukan oleh Kemenkumham. Selain itu, menurut Wayan, saksi ahli itu hanya lancar menjawab pertanyaan kuasa hukum eks-HTI sebagai penggugat.

"Dia (saksi ahli) sama sekali enggak mau komentar dan 70 persen pertanyaan dijawab dengan enggak tahu," ujar Wayan. “Saya menganggap kesiasiaan belaka mengajukan ahli yang tidak memperkuat dalil-dalil dia (HTI) dan tidak mematahkan argumen kami (Kemenekumham)."

Status HTI sebagai badan hukum perkumpulan telah dicabut melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014.

Wayan menilai saksi ahli pihak penggugat tidak dapat mematahkan argumen Kemenkumham, tapi hanya memperkuat dalil pembelaan eks-HTI. Sementara dalil-dalil eks-HTI, menurut Wayan, masih lemah karena memuat banyak kontradiksi. Misalnya, klaim eks-HTI bahwa tidak berencana mengganti dasar negara bertentangan dengan angaran dasar dan aktivitas organisasi ini.

"Tapi arti HTI itu partai pembebasan, yang menerbitkan buku-buku HTI karangan Taqiyuddin An-Nabhani yang jumlahnya puluhan dan berisi penentangan terhadal Pancasila dan NKRI karena dalam buku-buku itu tidak setuju demokrasi," terangnya.

Sementara dalam persidangan hari ini, salah satu saksi ahli dari Eks-HTI, yakni Daud Rasyid mengklaim Hizbut Tahrir Indonesia selama ini mengampanyekan ajaran Islam termasuk yang berkaitan dengan khilafah. “Khilafah itu adalah ajaran Islam," kata Daud.

Daud beralasan gagasan khilafah bermakna menggantikan peran nabi dalam menjaga agama dan urusan di dunia. Karena itu, menurut Daud, konsep khilafah justru ditujukan untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sidang lanjutan perkara ini dipimpin oleh Hakim Tri Cahya Indra Permana dengan anggota Nelvy Christin, dan Roni Erry Saputro.

Baca juga artikel terkait HIZBUT TAHRIR INDONESIA atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Hukum
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom