Menuju konten utama

Penerapan ERP Ojek Online, Asosiasi: Harus Ada Penyesuaian Tarif

Kebijakan tersebut dinilai memojokkan ojek online lantaran ada pertambahan biaya operasional ERP yang ditanggung dari dompet para pengemudi.

Penerapan ERP Ojek Online, Asosiasi: Harus Ada Penyesuaian Tarif
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Rabu (11/3/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/foc.

tirto.id - Ketua Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono menegaskan, kebijakan electronic road pricing (ERP) harus diiringi dengan penyesuaian tarif ojek online. Menurut asosiasi, kebijakan itu akan sangat memberatkan para ojek online di Jakarta.

Pemberlakuan kebijakan tersebut dinilai amat memojokkan para pengemudi ojek online. Sebab, ada tambahan biaya operasional yang dibebankan itu ditanggung oleh para ojek online itu sendiri, bukan ditanggung oleh pihak swasta maupun pemerintah.

“Kebijakan tersebut sangat memojokkan ojek online, karena ada pertambahan biaya operasional yang ditanggung dari ERP itu dari dompet para pengemudi ojek online sendiri, bukan ditanggung pihak swasta ataupun pemerintah,” tutur Igun ketika dihubungi Tirto, Jakarta, Jumat (20/1/2023).

Kebijakan pemberlakuan ERP menurut Igun, harus menimbulkan efek domino yaitu dibarengi dengan penyesuaian tarif ojek online oleh pemerintah. Jika tidak disesuaikan tarif ojek online tersebut, para ojek online dinilai akan kesusahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan juga belum bisa balik modal.

Lalu, jika tarif ojek online naik, otomatis semua kendaraan umum atau angkutan umum juga akan mengalami kenaikan tarif harga. Efek domino ini diyakini Igun akan meluas ke sektor transportasi umum lainnya.

“Ketika kebijakan (ERP) tersebut berlaku, harus bisa menimbulkan efek domino seperti adanya penyesuaian tarif ojek online oleh pemerintah. Kalau tarif ojek online tidak disesuaikan, bisa-bisa para ojol akan kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hariannya dan juga enggak bisa balik modal,” ungkap Igun.

“Jika ojol mengalami kenaikan tarif, angkutan umum dan transportasi umum lainnya juga akan ikutan naik tarif harganya,” tambah Igun.

Menurut Igun, kebijakan tersebut perlu direvisi, agar tidak memberatkan satu pihak dan juga diharapkan tidak ada kenaikan tarif yang dilakukan. Sebab, yang ditakutkan akan memberatkan masyarakat. Igun mengatakan, ia ingin ojek online ini menjadi sebuah pengecualian pada kebijakan pemerintah tersebut.

“Kami hanya ingin ojek online itu menjadi pengecualian pada kebijakan ERP tersebut,” imbuh Igun.

Pada dasarnya, ungkap Igun, asosiasi menolak keras kebijakan sistem jalan berbayar tersebut. Menurut Igun, ojek online saat ini tengah menjadi pilihan nomor satu bagi masyarakat untuk menjadi moda transportasi umum. Selain kemudahan dalam memesan secara online, mobilitas yang ojek online berikan sangat fleksibel.

“Kami secara umum menolak keras dengan kebijakan tersebut, karena ojek online ini telah menjadi pilihan nomor satu moda transportasi umum pilihan masyarakat. Ojek online ini kenapa menjadi pilhan nomor satu masyarakat? Karena ojek online ini sangat fleksibel sifatnya, bisa untuk penumpang, pengantaran makanan, barang dan lainnya,” ucap Igun.

Igun mengaku, setiap hari dia mendapatkan laporan dari berbagai ojek online mengenai rencana pemberlakuan kebijakan tersebut yang dianggap tidak penting dan sangat mempersulit mereka sebagai ojek online.

“Saya hampir setiap hari mendapat laporan dari berbagai ojol terkait dengan kebijakan ini, mereka bilang peraturan tersebut nggak penting dan bisa menghambat mereka para ojek online untuk bekerja,” pungkas Igun.

Baca juga artikel terkait ELECTRONIC ROAD PRICING atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Restu Diantina Putri