tirto.id - Sekitar 20.000 tahun yang lalu pada puncak zaman es terakhir Sumatera, Kalimantan dan Jawa pernah menjadi satu daratan yang jauh lebih besar yang terhubung ke Asia yang disebut Sundaland.
Sundaland memiliki ukuran lebih besar dari semua gabungan negara-negara Eropa saat ini. Namun yang menarik adalah tiga daerah besar itu memiliki beberapa spesies fauna yang unik untuk masing-masing pulau seperti dua spesies orang utan yang berbeda.
Penelitian dari James Cook University di Cairns, Australia, menggunakan kotoran kelelawar untuk menngungkap mengapa ketiga daerah memiliki banyak keanekaragaman hayati yang berbeda, padahal mereka dahulu merupakan satu daratan.
Penelitian yang diterbitkan di Scientific Reports ini mengungkapkan bahwa salah satu teori yang bisa menjelaskannya adalah koridor sabana.
Koridor sabana adalah ruang atau daratan yang kini berada di bawah laut. Menurut penelitian ini sabana atau rumput-rumput torpis menjadi bagian dominan dari Sundaland selama zaman es.
Dalam The Conversation para peneliti mengetahui jejak rumput tropis itu dari kotoran yang ditinggalkan kelelawar setinggi 3 meter yang berlokasi di Gua Saleh, Kalimantan, yang dalam prakiraan kotoran itu bisa menjelaskan kondisi selama 40.000 tahun yang lalu.
"Kotoran kelelawar sangat informatif dan terutama di daerah tropis, di mana iklim dapat memberikan beberapa mode investigasi," kata Chris Wurster.
Menurut jejak dari kotoran kelelawar di sekitar Gua Saleh, wilayah yang sekarang menampilkan hutan hujan yang subur, dahulunya pernah didominasi oleh rumput tropis.
"Dikombinasikan dengan studi gua lainnya di wilayah ini, hal ini menuntun kami untuk mendukung teori koridor, dan juga memberi kami kepercayaan mengenai luasnya koridor," jelas Wurster.
Adanya koridor sabana menjadi penyebab mengapa tiga daerah itu memiliki spesies berbeda. Karena koridor sabana bertindak sebagai penghalang bagi spesies hutan hujan yang ingin bergerak melintasi ke sumatera, Jawa, kalimantan atau Sundaland.
Namun di sisi lain, koridor sabana berfungsi sebagai jembatan untuk spesies yang sama dengan lingkungan non-hutan terbuka di utara dan selatan khatulistiwa.
Bahkan koridor sabana ini serta kotoran kelelwar mungkin menjelaskan bagaimana manusia saat itu bisa berhasil bergerak begitu cepat dan terus ke Sahul (Australia dan Papua New Guinea), benua yang dulu berdampingan dengan Sundaland.
"Koridor sabana, jauh lebih mudah dilalui daripada hutan hujan tropis, mungkin membantu menjelaskan bagaimana orang bergerak relatif cepat melalui wilayah ini dan terus ke Australia dan Papua lebih dari 50.000 tahun yang lalu," Wurster seperti dilansir Sciencedaily.
Penulis: Febriansyah
Editor: Yantina Debora