tirto.id - Peneliti Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB, Eko Cahyono mengakui kampusnya sempat menjadi salah satu dari 10 perguruan tinggi negeri yang terpapar pengaruh gerakan keagamaan eksklusif.
Namun, kata Eko, pengaruh gerakan itu berhasil dinetralisir oleh Rektorat IPB era kepemimpinan Arif Satria sejak 2017 lalu.
"Di IPB, sejak 2017 agak berubah. Sebelumnya [gerakan keagaman eksklusif] masif sekali, bahkan kelompok-kelompok tersebut sempat mengharuskan IPB menjadi kampus berjilbab," kata Eko usai diskusi 'Membaca Peta Wacana dan Gerakan Keagamaan di Perguruan Tinggi Negeri' di Jakarta Pusat, Jumat (31/5/2019).
Dia menjelaskan, sebelum 2017, ada 2 kondisi yang membuat gerakan keagamaan eksklusif sempat memiliki pengaruh kuat di IPB. Keduanya ialah tak seimbangnya narasi keagamaan dan ketimpangan politik di kampus.
"Mereka menguasai simpul yang ada di kampus seperti BEM dan masjid. Mereka menguasai struktur-struktur politik. Mereka menentukan kegiatan mahasiswa, menentukan bentuk acaranya. Mereka bisa menentukan pembubaran acara musik karena dianggap maksiat," ujar Eko.
Untuk meminimalisir pengaruh gerakan keagamaan eksklusif tersebut, kata Eko, rektorat IPB telah membuat kebijakan untuk menandingi narasi-narasi mereka.
"Sekarang relatif secara politik mulai ada tandingannya. Karena simpul-simpulnya berubah, wacana tandingnya juga berubah. Dulu itu enggak pernah ada IPB bershalawat, sekarang ada. Ada acara kebudayaan. Seni musik dulu enggak ada, sekarang ada," kata Eko.
Di acara yang sama, Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan terdapat 10 perguruan tinggi negeri di Indonesia yang terpapar pengaruh paham keagamaan radikal. Kesimpulan itu, kata dia, berdasarkan riset kualitatif lembaganya.
Sepuluh kampus tersebut ialah UI, ITB, UGM, UNY, UIN Jakarta, UIN Bandung, IPB, UNBRAW, UNIRAM dan UNAIR.
Halili menyatakan pengaruh paham radikalisme di 10 PTN tersebut dibawa oleh kelompok keagamaan eksklusif. Tiga kelompok itu adalah salafi-wahabi, tarbiyah, dan tahririyah.
"Corak kegiatan keislaman di kampus [yang terpapar pengaruh radikalisme] itu monolitik. Cenderung dikooptasi oleh golongan Islam tertentu yang tertutup atau eksklusif," kata dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom