tirto.id - Pendiri Laskar Jihad Jafar Umar Thalib meninggal dunia karena penyakit jantung, Ahad (25/8/2019). Ucapan belasungkawa pun datang dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian hingga mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas.
"Sudah lama [kenal beliau] sejak 1995. Dia tokoh mubalig. Konsen di aktivitas keislaman. Di masjid-masjid," kata Busyro saat datang di upacara pemakaman Jafar Umar Thalib di Yogyakarta, Senin (26/8/2019).
Busyro mengatakan, Jafar Umar Thalib adalah sosok yang cukup berpengaruh. Terutama di pesantren Ihya’us Sunnah Yogyakarta yang didirikan Jafar.
"Yang saya ketahui perpengaruh di pesantrennya itu," kata Busyro yang juga merupakan Ketua Bidang Hukum HAM, dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Selain Busyro yang datang langsung memberikan ucapan belasungkawa, sejumlah karangan bunga ucapan belasungkawa juga datang dari sejumlah pejabat. Di antaranya dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono.
Sementara itu kakak kandung Jafar, Kamal Umar Thalib saat ditemui di rumah duka di kompleks pesantren Ihya’us Sunnah Sleman Yogyakarta mengatakan, sejak kemarin karangan bunga ucapan belasungkawa datang termasuk dari Kapolri.
Ia menerangkan, kakaknya meninggal di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta pada Minggu (25/8/2019) pukul 12.00 WIB. Penyebab meninggalnya karena mengalami serangan jantung.
"[Punya] riwayat [penyakit] jantung. Karena dia mau berangkat ke Malaysia tujuannya untuk kontrol jantungnya, terus anfal di Jakarta, kemarin," katanya.
Sebelum meninggal, kata Kamal, Adiknya itu bolak-balik Yogya-Papua karena selain ada pesantren di Yogya ia juga mengasuh pondok pesantren di Jayapura.
Dari delapan bersaudara, Kamal merupakan anak keempat sedangkan Jafar merupakan anak ketujuh. Di mata Kamal, adiknya itu merupakan sesok pemimpin.
"Seorang pemimpin yang murni maksudnya. Jiwa kepemimpinannya itu tinggi. Dia kekeh mengenai perjuangan agamanya, akidah," katanya.
Kamal mengatakan, sebelum adiknya itu meninggal tidak ada pesan khusus. Ia hanya menitipkan anak-anaknya supaya sekolahnya diteruskan dan agamanya diperhatikan.
Jafar lahir di Malang, Jawa Timur, pada 29 Desember 1961. Dia pernah menempuh studi di Perguruan Al Irsyad dan LIPIA dan Maududi Institute di Lahore, Pakistan.
Jafar tidak menuntaskan studinya pada dua institusi yang terakhir disebut. Dia memilih mengangkat senjata melawat Uni Soviet di Afganistan pada 1987-1989.
Komisioner Bawaslu Kota Jayapura Hardin Halidin mencatat, di sana Jafar "berkenalan dengan sejumlah kelompok radikal Islam."
Masih menurut sumber yang sama, setelah sempat pulang ke Indonesia, Jafar kembali ke Timur Tengah pada 1991 untuk berguru pada sejumlah ulama besar.
"Tahun 1993 JUT kembali ke Indonesia dan mendirikan pesantren di Yogyakarta dengan nama Ihya’us Sunnah. Di sini dia mengajar melalui dakwah salafiyah, hingga pada tahun 1999 ketika dia memimpin Laskar Jihad di Ambon," tulis Hardin.
Mengutip Liputan6, aksi-aksinya dalam konflik di Ambon pada awal 1999 hingga Februari 2002 membuat Jafar dicap sebagai "Osama Bin Laden-nya Indonesia."
Dia pernah ditangkap berkali-kali, salah satunya karena menghina Megawati Soekarnoputri saat menjabat sebagai Presiden RI pada 26 April 2002 di Ambon.
Kasus terakhir yang menjeratnya terjadi pada tahun ini, Juli lalu dia divonis lima bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar karena kasus perusakan di rumah Henock Niki di Papua pada Februari 2019.
Dia dan santrinya terganggu dengan suara musik dari rumah Henock yang dekat dengan masjid tempatnya tengah berdakwah. Jafar memerintahkan dua santrinya, AJU dan S, memotong kabel dan sound system menggunakan samurai miliknya.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno