tirto.id - Cina kembali memanaskan situasi kawasan Laut Cina Selatan melalui pendaratan sebuah pesawat militernya di sebuah bandar udara baru yang dibangunnya di kawasan tersebut. Hal ini memantik spekulasi bahwa Cina akan membangun pangkalan jet tempurnya di wilayah tersebut.
Amerika Serikat mengritik pembangunan pulau buatan yang dilakukan oleh Cina di Laut Cina Selatan dan melansir kekhawatiran terhadap Cina yang berencana menggunakannya untuk kepentingan militer.
Cina menyangkal spekulasi tersebut melalui sebuah pemberitaan dalam Harian Tentara Pembebasan Rakyat yang menyatakan bahwa sebuah pesawat militer yang sedang melakukan patroli di atas Laut Cina Selatan pada Minggu, (17/4/2016), mendapatkan sebuah panggilan darurat untuk mendarat di formasi karang Fiery Cross guna mengevakuasi tiga orang pekerja yang sakit.
Harian tersebut mengklaim bahwa tiga orang pekerja itu dievakuasi ke dalam pesawat pengangkut untuk menjalani perawatan di pulau Hainan, sembari mempublikasikan sebuah gambar yang menunjukkan pesawat militer tersebut saat berada di Hainan.
Global Times mengungkapkan bahwa momen itu adalah pertama kalinya pihak militer Cina mengakui pendaratan pesawatnya di Fiery Cross. Sebelumnya, penerbangan sipil telah terlebih dahulu menjalani uji coba penerbangan di wilayah itu pada Januari lalu.
Mereka mengutip seorang pakar militer yang mengatakan bahwa penerbangan itu menunjukkan sebuah pangkalan udara yang memenuhi standar militer dan memungkinkan untuk digunakan sebagai pangkalan jet tempur jika sampai terjadi perang.
Landasan pacu yang ada di formasi karang Fiery Cross itu membentang sepanjang 3.000 meter dan merupakan salah satu dari tiga landasan yang telah dibangun oleh China selama lebih dari satu tahun terakhir, dengan cara mengeruk lahan ke karang yang ada di kepulauan Spratly itu.
Landasan pacu tersebut juga cukup panjang untuk menampung pesawat pengebom jarak jauh dan pesawat pengangkut begitu pula dengan mesin-mesin jet tempur terbaik China guna memberikan superioritas maritim bagi Cina di Asia Tenggara.
Wilayah sekitar kepulauan Spratly dan Laut Cina Selatan pada umumnya dilewati oleh kapal-kapal perdagangan dunia senilai 5 triliun dolar Amerika tiap tahun. Sejumlah negara lain juga memiliki klaim yang serupa yaitu Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina dan Taiwan. (ANT)
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra