Menuju konten utama

Pemprov DKI Dinilai Sangat Lambat Atasi Polusi Udara

Jakarta dan sekitarnya perlu perubahan yang sangat fundamental untuk mengurangi pencemaran udara.

Pemprov DKI Dinilai Sangat Lambat Atasi Polusi Udara
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym.

tirto.id - Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (IBUKOTA) mengkritik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang lambat menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).

Padahal, Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta telah merancangnya sejak satu tahun lalu sebagai respons melaksanakan amar putusan gugatan warga (citizen lawsuit) tentang polusi udara yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021.

“Pemprov DKI Jakarta sangat lambat dan terlambat, padahal draf sudah ada sejak satu tahun lalu. Ini jelas mengecewakan, mereka menunggu kualitas udara menjadi parah dan viral dulu baru buru-buru berencana mengesahkan rencana Pergub tersebut,” kata Elisa Sutanudjaja, salah satu warga penggugat yang tergabung dalam Koalisi IBUKOTA melalui diskusi daring, Minggu (13/8/2023).

Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies itu menuturkan Jakarta dan sekitarnya perlu perubahan yang sangat fundamental untuk mengurangi pencemaran udara, mulai dari pembatasan penggunaan kendaraan bermotor hingga transisi segera ke energi terbarukan.

"Kita sudah sangat terlambat dan sudah berapa banyak orang yang sakit dan bahkan meninggal saat pemerintah tidak beraksi sama sekali?” ucapnya.

Senada dengan tanggapan Elisa, Juru Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mempertanyakan perihal target penurunan beban emisi yang tercantum dalam rencana Pergub tersebut.

Ia menuturkan terdapat catatan mengenai target menurunkan beban emisi, khususnya pada PM2.5, yang menargetkan pada angka 41 persen pada 2030.

"Ini masih ambigu. Apakah beban emisi yang dimaksud adalah beban emisi berdasarkan sektor pencemar udara atau emisi PM2.5 tahunan di Jakarta? Dan dari mana baseline data-nya?,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bondan berharap untuk langkah berikutnya, pemerintah lebih mengedepankan rencana strategis dan solusi jangka panjang, seperti inventarisasi emisi secara berkala, pengetatan baku mutu udara ambien, dan sistem peringatan dini.

Sementara itu, Natalia Naibaho, pengacara publik LBH Jakarta yang menjadi tim advokasi Koalisi IBUKOTA mengapresiasi beberapa tergugat yang melakukan beberapa upaya dalam memperbaiki kualitas udara.

Namun, Natalia berharap hal tersebut tidak hanya sebatas pembentukan regulasi atau tindakan formalitas.

Dalam permasalahan udara yang semakin memburuk ini, ia mengatakan terdapat tiga poin hak asasi masyarakat yang terlanggar. Pertama, hak atas lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini mencakup hak atas udara yang bersih dan sehat.

Kedua, hak atas informasi. Masyarakat tidak mendapat informasi yang jelas atas masalah kualitas udara dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi pencemaran udara.

Salah satunya sistem peringatan dini ketika kualitas udara semakin memburuk, juga inventarisasi dan pengetatan baku mutu ambien berdasarkan hasil kajian riset yang ilmiah.

"Semua hal ini harus diinformasikan dan disebarluaskan kepada masyarakat," tuturnya.

Lalu yang ketiga, hak atas kesehatan. Udara yang tercemar berpotensi berdampak kepada kesehatan masyarakat (balita, lanjut usia, kelompok yang rentan terhadap udara tercemar), baik itu jangka pendek hingga jangka panjang. Dan hingga hari ini belum ada upaya efektif untuk mencegah dan memulihkan kualitas udara tersebut. Keempat, hak partisipasi.

"Saat pemerintah tengah menyusun atau merevisi regulasi dan kebijakan untuk mengatasi permasalahan udara, hendaknya harus ada pelibatan aktif masyarakat dari berbagai elemen yang terdampak, termasuk pakar, akademisi, serta LSM yang memiliki fokus isu lingkungan hidup, jadi bukan hanya partisipasi tokenism," jelasnya.

Lebih lanjut, Natalia menegaskan bahwa yang harus dilakukan Pemprov DKI serta Para Tergugat dan Turut Tergugat lainnya untuk mengatasi polusi udara adalah dengan menjalankan putusan pengadilan atas gugatan warga negara yang telah dimenangkan hingga tingkat pengadilan tinggi.

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto