Menuju konten utama

Pemotongan Nisan Salib di Yogyakarta, TKN: Intoleransi Masih Tinggi

Tindakan pemotongan nisan salib di makam Kotagede, Yogyakarta adalah sesuatu yang intoleran dan menunjukkan tingginya tingkatan perilaku diskriminatif di Indonesia.

Pemotongan Nisan Salib di Yogyakarta, TKN: Intoleransi Masih Tinggi
Makam Albertus Slamet Sugihardi di Pemakaman Jambon, Purbayan Kotagede, Selasa (18/12/2018). Tirto.id/Dipna Videlia.

tirto.id - Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Raja Juli Antoni mengecam tindakan warga yang memotong nisan berbentuk salib di makam Jambon, Purbayan, Kotagede, Yogyakarta.

Dia menilai tindakan itu adalah sesuatu yang intoleran dan menunjukkan tingginya tingkatan perilaku diskriminatif di Indonesia.

Padahal, Indonesia terkenal memiliki banyak suku, ras, agama, dan antar-golongan. Namun, perilaku masyarakatnya, menurut Toni, masih belum bisa mencerminkan toleransi yang pantas. Dia beranggapan bahwa pendidikan masyarakat melalui politik sangat diperlukan.

“Kita memang sedang mengalami krisis kebangsaan yang luar biasa. Sehingga perlawanan terhadap intoleransi dari tingkat kultural dan melalui civil education melalui jalur politik yang anti toleransi sangat mendesak dilakukan,” kata Toni pada Tirto, Rabu (19/12/2018).

Toni meyakini Jokowi-Ma’ruf memiliki komitmen yang tinggi untuk memberantas anti toleransi dan perilaku diskriminatif. Padahal tindakan diskriminatif ini terjadi pada masyarakat yang masih di dalam naungan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Toni mengklaim bahwa ini karena banyak pihak yang mempersulit hal itu.

“Di situ peran PSI saya kira nanti apabila terpilih di parlemen, kami akan mendampingi Pak Jokowi bertindak decisive dan lebih tegas menyelesaikan tugas-tugas kebangsaan kita, meletakan fondasi bangunan kebangsaan kita yang bebas dari intoleransi dan diskriminasi,” kata Toni lagi.

Salah satu nisan berbentuk salib di makam Albertus Slamet Sugihardi dipotong bagian atasnya sehingga hanya berbentuk huruf ‘T’ oleh warga. Salah satu pria yang dianggap tokoh masyarakat Purbayan, Bejo Mulyono, mengatakan bahwa pemotongan itu adalah kesepakatan antara warga, keluarga almarhum, tokoh agama, serta tokoh masyarakat.

“Ya monggo-lah [disebut intoleran], yang jelas kesepakatan seperti itu. Kami sebagai pelaksana, pengurus minta seperti itu ya kami ikuti saja. Saya rasa kami sudah cukup toleran,” kata Bejo hari Selasa (18/12/2018) kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait KASUS INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri