tirto.id - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengaku tidak ada masalah dengan proyeksi yang selisihnya masih berada di kisaran 5,1-5,2 persen.
“Tentunya kita melihat kalau di semester I lebih ke arah 5 persen, berarti di semester II harus 5,4 persen. Mungkin ADB melihat tantangan untuk mencapai 5,4 persen tersebut,” kata Bambang di Jakarta, Selasa (26/9/2017) petang.
Bambang mengaku optimistis dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai target sebesar 5,2 persen karena adanya faktor musiman. Bambang mengklaim kegiatan perekonomian cenderung lebih tinggi di semester II.
“Menurut saya, masih ada harapan untuk bisa lebih tinggi dari 5,1 persen,” ungkap Bambang.
Adapun untuk mencapai target, Bambang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di semester II harus berada di kisaran 5,2 sampai 5,4 persen.
Tak hanya itu, Bambang juga sempat menyoroti pertumbuhan investasi pada triwulan II yang disebut-sebut mencapai pertumbuhan tertinggi sejak 2013. Dengan tingginya capaian realisasi investasi sebesar Rp170,9 triliun tersebut, Bambang mengaku adanya harapan untuk dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi tahun ini.
“Kemudian konsumsi juga relatif stabil, ekspor kalau tidak ada perubahan harga komoditas maka diperkirakan masih bisa memberikan kontribusi yang tinggi. Jadi ada tiga faktor yang masih bisa membuat ekonomi kita tumbuh lebih tinggi,” jelas Bambang.
Sementara itu saat disinggung mengenai konsumsi pemerintah yang disebut ADB mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, Bambang mengatakan konsumsi pemerintah di semester II pasti cenderung lebih besar.
“Tapi yang tidak boleh dilupakan, investasi juga kemungkinan lebih tinggi. Jadi tidak hanya konsumsi pemerintah,” ucap Bambang lagi.
Sebelumnya, Country Economist ADB Emma Allen menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini bakal menghadapi sejumlah risiko internal maupun eksternal.
Salah satu risiko domestik yang berpotensi mengganggu kinerja perekonomian Indonesia hingga tahun depan adalah minimnya hasil optimalisasi penerimaan pajak. Selain itu, ada juga ancaman inkonsistensi dari pelaksanaan reformasi struktural dan dampak politik pelaksanaan Pilkada serentak pada 2018.
Sedangkan dari faktor eksternalnya, Emma menyebutkan faktor-faktor seperti fluktuasi harga komoditas global, ketidakpastian kebijakan ekonomi negara-negara maju, serta iklim geopolitik dan gejolak di pasar finansial internasional.
“Risiko ini harus diantisipasi karena ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh kuat didukung oleh kestabilan kurs rupiah serta laju inflasi yang relatif terkendali,” tutur Emma di Jakarta, tadi pagi.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto