Menuju konten utama

Pemerintah Pakai Konsep BCGE di Pariwisata demi Kejar PDB 8%

BCGE merupakan konsep pembangunan pariwisata yang menggabungkan 3 konsep, yakni blue economy (BE), green economy (GE) dan circular economy (CE).

Pemerintah Pakai Konsep BCGE di Pariwisata demi Kejar PDB 8%
Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Agustini Rahayu dalam seminar bertajuk ‘Indonesia Tourism Outlook 2025, di Jakarta, Kamis (10/10/2024). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) akan mengimplementasikan konsep ekonomi biru, hijau, dan sirkular atau blue economy, green, and circular economy (BGCE) sebagai upaya mengejar target pertumbuhan domestik bruto (PDB) 8 persen dan devisa 100 miliar dollar AS yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Aksi ini juga diklaim akan menjadi pilar untuk membangun daya saing ekonomi serat implementasi pariwisata keberlanjutan.

“Nah arah kebijakan program pembangunan pariwisata ini yang di dalam RPJMN 2025- 2029 itu juga banyak menekankan pada hal-hal yang mendorong keberlanjutan tadi. Itu ada lagi nih, jadi pembangunan destinasi pariwisata berkualitasnya seperti apa, jadi ini harus kita sesuaikan dengan preferensi pasar yang berkembang. Karena kalau enggak, sia-sia aja gitu ya,” ungkap Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Agustini Rahayu, dalam seminar bertajuk ‘Indonesia Tourism Outlook 2025, di Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Agustini menerangkan, BCGE merupakan salah satu konsep pembangunan pariwisata yang menggabungkan 3 konsep, yakni blue economy (BE), green economy (GE) dan circular economy (CE).

Konsep BGCE, kata Agustini, mengedepankan pelaksanaan prinsip-prinsip kepedulian terhadap lingkungan pada aktivitas usaha di bidang pariwisata dan pendukungnya. Hal ini dengan tetap mengedepankan prinsip ekonomi dan nilai manfaat (benefit) secara sosial-ekonomi-lingkungan harus lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan (cost).

Agustini menjelaskan, blue economy (BE) berfokus pada perekonomian dan konservasi lingkungan dalam konteks maritim dan daerah pesisir. Artinya, ekonomi biru dikenal juga ekonomi maritim yang merujuk pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk peningkatan ekonomi, perbaikan kehidupan masyarakat, serta kesehatan ekosistem laut.

Sementara itu, green economy (GE) menekankan pada ekonomi, lingkungan, dan kepedulian. Dengan demikian, ekonomi hijau merupakan kegiatan ekonomi yang selain dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan akhir kegiatan ekonomi, tetapi juga diharapkan memberi dampak tercapainya keadilan, baik keadilan bagi masyarakat maupun lingkungan dan sumber daya alam itu sendiri.

“Kemudian green economy itu integrated activity, mengintegrasikan aktivitas ekonomi dengan lingkungan dan kepedulian sosial,” kata Agustini.

Selanjutnya, circular economy (CE) merupakan sebuah sistem atau model ekonomi yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin, sehingga meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan. Circular economy juga berupaya mengintegrasikan aktivitas ekonomi dengan kelestarian lingkungan lewat proses dan perputaran material untuk memaksimalkan ekosistem dan kesejahteraan manusia.

"Jadi berat nih tugasnya circular, karena ini jangan berhenti, jangan kayak orang hit-and-run, tapi ini circular, gitu ya, dari apa namanya start ke start lagi, jadi terus begitu.” imbuhnya.

Akan tetapi, Agustini menekankan bahwa penerapan BCGE memiliki sejumlah tantangan. Pertama, belum banyak stakeholders pariwisata yang melakukan kegiatan BGCE secara konsisten dengan ukuran tertentu.

“Nah, pentingnya melakukan pengukuran ini terhadap, didasari oleh pertimbangan sebagai berikut nih, jadi evaluasi kinerjanya seperti apa, perbaikan dan pembelajarannya gitu,” jelasnya.

Kemudian, tantangan lainnya ialah masih sulitnya melakukan kuantifikasi terhadap dampak kegiatan BGCE, serta kurangnya komunikasi SDM dalam melakukan pengukuran BGCE.

“Terus kemudian akuntabilitas yang kemudian ya pastinya harus mengacu pada transparansi dan komunikasi terus-menerus, gitu ya, terus kemudian inovasinya seperti apa, gitu,” sambungnya.

Dia menambahkan, segala hal harus dilandasi dengan regulasi. Begitu juga jika ingin dapat mewujudkan pariwisata berkelanjutan. “Nah, classical issues ya, apapun itu harus dilandasi oleh regulasi.”

Oleh karena itu, berdasarkan hasil studi yang dilakukan BRIN bersama sejumlah pihak, Agustini menyebut Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi

Kreatif (Permenparekraf) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan perlu disempurnakan untuk memenuhi konsep BCGE. Ia beralasan, Permenparekraf tersebut sudah memuat nilai dasar BCGE, tetapi perlu penyempurnaan.

“Karena sektor pariwisata ini kan sebenarnya bisnis yang sudah tersedia gitu ya kalau bisa mengelolanya. Nah, itu jadinya. Jadi, secara garis besar ya ini regulasi yang paling cocok yang tadi saya sebutkan,” ucapnya.

Baca juga artikel terkait PARIWISATA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher