tirto.id - Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma meminta pemerintah dan DPR periode 2019-2024 membuat aturan mandatori pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Surya mengatakan mandatori itu perlu diberlakukan bagi pihak mana pun yang terjun di bisnis energi non-EBT. Dengan begitu, pelaku bisnis bidang energi fosil bisa diwajibkan mengembangkan sumber energi EBT pada porsi tertentu.
Menurut Surya, ketentuan soal manadatori ini dapat diakomodir dalam RUU EBT yang sampai saat ini tidak kunjung disahkan oleh DPR.
“[Dengan mandatori] ada kepastian bahwa siapa pun yang mau kembangin energi di Indonesia silakan, tapi harus ada konsideran [wajib kembangkan] EBT,” kata Surya pada Kamis (11/7/2019).
Dia menyatakan hal itu dalam diskusi “Peran Undang-Undang EBT dalam Mendorong Transisi Energi di Indonesia bersama METI dan Pemangku Kepentingan” di kantor Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM, Jakarta.
Surya mengusulkan penerapan mandatori itu bisa diatur pemerintah lewat pembentukan lembaga khusus bernama Badan Pengelola EBT. Lewat lembaga ini, kata dia, dapat ditentukan persentase pembangkit EBT yang menjadi kewajiban investor maupun perusahaan.
“Ini bisa ditentukan sama lembaga yang mengatur khusus. Selama ini kita belum punya,” ucap dia.
Dia menambahkan, RUU EBT juga perlu mengatur sumber dana untuk mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan yang pengelolaannya ditangani Badan Pengelola EBT. Misalnya, dana milik Badan Pengelola Dana Pungutan Kelapa Sawit (BPDPKS) hingga yang bersumber dari APBN.
“Kami usulkan ada sebuah lembaga yang mengelola dana EBT. Jadi bisa bersumber dari berbagai hal. Pungutan ekspor, pajak karbon atau APBN sendiri,” ujar Surya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom