tirto.id - Pemerintah tengah mengkaji penyerapan karet dalam negeri untuk industri yang memerlukannya sebagai bahan baku. Untuk mendukung penyerapannya, pemerintah pun berencana menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pihak swasta untuk mendukung penyerapan itu.
“Industri yang ditunjuk nanti ada dari BUMN dan swasta. Tapi tergantung alternatif teknologinya,” ujar Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka, Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono kepada wartawan di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenkoperek), Senin (7/1/2019).
Menurut Sigit, setidaknya terdapat tiga teknologi yang terdiri dari lateks, masterbatch, dan sekat. Pemanfaatannya, kata Sigit, dapat diterapkan untuk pembuatan ban dan alat-alat industri seperti selang berbahan karet.
Dari keterlibatan industri itu, Sigit memperkirakan setidaknya terdapat 600 ribu ton karet yang dapat diserap dari masyarakat per tahunnya. Jumlah ini pun belum memperhitungkan jumlah penyerapan karet yang diperlukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk keperluan aspal.
Kemenperin, kata Sigit, juga akan terlibat dalam mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk melakukan pencampuran karet dalam aspal. Dari keseluruhan kebutuhan bahan baku pembuatan Aspal, Sigit mengatakan karet akan berkontribusi sebanyak 7-8 persen.
“Kami kebagian untuk menyiapkan peralatannya. Mengolah karet agar siap digunakan sebagai campuran aspal. Sehingga karetnya bisa digunakan untuk aspal,” ucap Sigit.
Mengenai penerapannya, Sigit mengatakan penyerapan karet untuk keperluan jalan dan industri dipastikan telah dimulai pada semester 1 tahun 2018. Ia juga mengklaim penggunaan karet untuk keperluan jalan juga telah melalui sejumlah pengujian dan studi.
Sebelumnya, pada 2018 lalu, pemerintah memberi penugasan kepada Kementerian PUPR untuk menyerap karet masyarakat sebagai bahan campuran aspal untuk jalan nasional. Kini, penugasan itu diberikan juga kepada Kemenperin dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dhita Koesno