tirto.id - Dalam kehidupan sehari-hari karet merupakan salah satu bahan penyusun benda-benda yang penting di sekitar kita. Karet disebut juga elastomer merupakan jenis bahan golongan polimer yang banyak dibuat dari minyak bumi.
Menurut laman Indonesia Investment, produksi karet di Indonesia merupakan yang kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Maka dari itu jumlah suplai karet Indonesia sangat penting untuk pasar global.
Kebanyakan hasil produksi karet di Indonesia sebanyak 80 persen didominasi oleh para petani kecil. Oleh karena itu, perkebunan milik pemerintah dan swasta memiliki peran yang kecil dalam industri karet domestik.
Produksi karet paling banyak ditemukan pada daerah Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat.
Karet sendiri terbuat dari bahan alami dan bahan sintetis. Adapun perbedaan kedua jenis karet beserta sifatnya menurut bukuBenda, Sifat, dan Kegunaannya (2019), antara lain:
1. Karet Alami
Karet yang berasal langsung dari alam umumnya didapat dari lateks, yaitu getah pohon karet. Lateks mempunyai sifat kurang menguntungkan, yaitu cepat menjadi keras bila terkena cuaca panas. Namun, sifat ini dapat dihilangkan melalui proses vulkanisasi.
Karet alam dapat divulkanisir melalui pemanasan dengan belerang pada suhu sekitar 140 derajat Celcius. Lateks dari pohon karet ini ditemukan pada tahun 1844 oleh Charles Goodyear yang mengatakan bahwa lateks dari pohon karet yang dipanaskan dengan belerang dapat membentuk karet padat.
Karet padat ini lah yang kemudian dibentuk menjadi ban dan bola-bola karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Lateks dari pohon karet ini didapati dalam bentuk cairan kental dan kemudian bersifat lunak/lembek dan lengket bila dipanaskan.
Kekuatan jaringan dalam elastomer (karet) terbatas, akan tetapi energi kohesi yang diperlukan rendah untuk memungkinkan peregangan. Karet alam adalah polimer isoprena.
Saat Perang Dunia II, persediaan karet alam berkurang, sehingga industri polimer tumbuh dengan cepat setelah ahli kimia menyelesaikan penelitiannya tentang pengganti karet. Beberapa pengganti yang berhasil dikembangkan adalah neoprena yang kini digunakan untuk membuat selang pipa air untuk pompa gas.
2. Karet Sintetis
Karet sintetis bukan plastik, melainkan material yang sangat elastis. Polimer karet sintetis pertama kali ditemukan oleh Lebedev pada 1910.
Pada 1931, Lebedev dan Hermann Staudinger berhasil mengembangkan karet sintetik pertama yang dikenal sebagai neoprene. Polimer yang sangat penting pada masa perang adalah karet sintetik.
Neoprene tahan panas dan tahan zat kimiawi seperti minyak dan bensin, dan digunakan untuk membuat pipa bahan bakar dan bahan pelapis dalam permesinan. Karet sintetik juga berperan dalam hubungan dengan ruang angkasa, upaya pembuatan senjata nuklir, dan pembuatan roket militer.
Karet sintetis ini biasanya berwarna putih hingga kuning kecoklatan. Dalam kasus ban mobil yang berwarna hitam, terjadi karena tambahan karbon berallotrop dan karbon hitam guna memperkuat polimer. Campuran itu juga digunakan bersama dengan karet alam untuk membuat ban-ban mobil.
Meskipun pengganti-pengganti karet sintesis ini mempunyai banyak sifat-sifat yang diinginkan, namun tidak ada satu pengganti karet sintesis ini yang mempunyai semua sifat-sifat dari karet alam yang dinginkan.
Karet sintetik merupakan senyawa tiruan karet alam yang seringkali mempunyai sifat-sifat tertentu yang lebih unggul dibandingkan dengan karet alam. Sebagai contoh, neoprene adalah elastomer (karet) sintetik yang mempunyai sifat sangat mirip dengan karet alam.
Neopren bersifat lebih elastik dibandingkan karet alam, lebih tahan terhadap gesekan dan lebih tahan terhadap minyak atau bensin. Karet sintetis ini banyak digunakan untuk membuat pipa bensin dan minyak, sebagai bagian kendaraan bermotor, bagian-bagian tertentu dalam lemari pendingin, dan sebagai bagian isolator listrik.
Penulis: Nika Halida Hashina
Editor: Dipna Videlia Putsanra