tirto.id - Pemerintah membenarkan dalam proses pembahasan RUU Omnibus Law ada larangan bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk tak menyebarkan isi dari RUU ini. Pemerintah beralasan mereka tidak ingin RUU ini memicu perdebatan yang tak perlu lantaran masih banyak perubahan yang terjadi pada draf yang ada.
“Jadi jangan menimbulkan kegaduhan,” ucap Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (24/1/2020).
Pernyataan Susi ini merespons komentar Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih kalau proses pembahasan RUU ini cacat hukum. Selain kurang melakukan konsultasi publik, Ombudsman menyoroti adanya kabar kalau setiap orang yang terlibat membahasnya diminta menandatangani perjanjian untuk tidak menyebarkan beleid yang sedang dibahas ini.
Menanggapi hal itu, Susi membantah bila ada mekanisme penandatanganan itu. Ia bilang berbagai pihak tentu sudah mengetahui kalau draf ini adalah urusan internal pemerintahan sehingga tanpa harus melalui perjanjian hitam di atas putih, orang-orang sudah tahu diri.
Ia mencontohkan bagi Apratur Sipil Negara (ASN) dan pejabat eselon 1 seperti dirinya harus memegang janji dan sumpah jabatan. Dalam hal ini tidak menyebarkan apa yang menjadi pembahasan internal pemerintah.
“Pejabat pemerintah tanpa ada tanda tangan pun ada etika menjaga rahasia jabatan dalam konteksnya tidak menimbulkan kegaduhan saat membahas sesuatu yang subtansinya belum final,” ucap Susi.
Soal pihak eksternal pemerintahan yang ikut membahasnya, Susi hanya mengatakan kalau mereka memang diingatkan saja. Namun, ia memastikan bagi mereka pun juga tak berlaku tanda tangan serupa.
“Kalau itu (non pemerintah) kami ingatkan tidak disebarkan supaya tidak menimbulkan kegaduhan publik,” ucap Susi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Restu Diantina Putri