tirto.id - Keberhasilan Kejaksaan Agung Amerika Serikat (AS), Senin, (28/3/2016) waktu setempat, membuka sebuah iPhone terenkripsi yang dipakai salah seorang pelaku penembakan massal di San Bernardino, California dinilai menyisakan masalah seputar enkripsi dan privasi pengguna gadget.
Kantor Berita Antara, Selasa, (29/3/2016) melaporkan kalangan industri Teknologi Informasi (IT) Amerika menganggap tindakan otoritas membobol fitur keamanan gadget akan membahayakan keamanan informasi semua pengguna gadget.
Sebaliknya, pemerintah bersikukuh bahwa semua investigasi kriminal akan menemui batu sandungan jika tanpa mengakses data ponsel.
Sebelumnya, sebuah iPhone telah digunakan oleh Rizwan Farook, salah seorang dari pasangan suami istri penembak massal di San Bernardino, California, yang menewaskan 14 orang dan melukai 22 orang. Suami istri ini tewas setelah baku tembak dengan polisi.
Dalam proses investigasi, pemerintah AS meminta Apple selaku perusahaan yang memproduksi iPhone untuk membobol ponsel penembak San Bernardino itu, namun ditolak pihak Apple dengan alasan privasi konsumen.
Meski "menyerah" terhadap Apple, Kejaksaan Agung AS menyatakan akan tetap berusaha menggunakan cara-cara legal dalam menggali informasi, termasuk melalui perintah pengadilan.
"Hal itu tetap menjadi prioritas bagi pemerintah dalam memastikan bahwa penegak hukum boleh mengumpulkan informasi digital yang krusial demi melindungi keamanan nasional dan keselamatan masyarakat, baik itu melalui pihak-pihak terkait maupun melalui sistem pengadilan ketika kerja sama tidak berhasil," kata juru bicara Kejaksaan Agung Melanie Newman. (ANT)